Selasa, 27 Desember 2011

BERDEMOKRASI DI DUNIA PENDIDIKAN

Oleh : Akmal Nur s.Pd

Ratusan siswa salahsatu SMA N di Kota Palu melakukan unjuk rasa yang merasa fasilitas di sekolah tersebut tidak sesuai dengan standar Internasional. Seperti itu inti ulasan media cetak yang ditulis beberapa hari lalu terkait dengan unjuk rasa siswa yang mendapat lebel RSBI. Unjuk rasa yang dilakukan tersebut menjadi hal unik untuk ditelaah lebih jauh mengingat hal ini merupakan tindakan yang jarang terjadi.

Kalau Mahasiswa, buruh, petani, maupun komunitas masyarakat lain menggelar aksi unjuk rasa sudah menjadi trend dan lumrah di era demokratisasi sekarang ini. Tetapi ini dilakukan oleh siswa yang masih diidentikkan dengan kaum remaja yang penuh kepolosan, kepatuhan, dan belum mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Karena ketidakmampuan itulah kaum yang dinamakan pelajar menengah ini jika tidak diarahkan dengan baik maka sering melampiaskan emosional dalam bentuk tawuran, komsumsi narkoba, pergaulan bebas dan sebagainya.

Fakta dari adanya unjuk rasa tersebut seakan-akan memberikan pesan bahwa bukan saja mahasiswa atau komunitas masyarakat yang melakukan unjuk rasa tetapi juga sudah diinisiasi oleh komunitas yang selama ini dianggap cuma bisa hura-hura dan tidak tau apa-apa. Hal ini juga menggambarkan bahwa dunia pendidikan secara umum telah belajar berdemokrasi mulai dari perguruan tinggi kemudian menjalar ke jenjang menengah .

Unjuk rasa atau demontrasi adalah suatu hal yang wajar dilakukan di Negara demokrasi seperti Indonesia. Selama kegiatan itu tidak dilakukan secara anarkis dan mengganggu kepentingan umum. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun selama dilakukan dengan syarat tersebut. Unjukrasa sendiri merupakan salahsatu jalan untuk menyampaikan pesan agar pesan itu dapat diterima dan ditindaklanjuti dengan baik. Diantara banyak tujuan unjuk rasa, hal umum biasanya dilakukan sebagai jalan terakhir ketika pesan itu tidak sampai atau tidak direspon dalam hal ini biasa diistilahkan sebagai pressure/tekanan. Unjuk rasa juga dilakukan ketika para informan membutuhkan dukungan publik untuk melakukan tekanan tersebut.

Demontrasi selama ini memang belum lazim diterima ditengah masyarakat selain karena kondisi masyarakat yang terbiasa hidup dalam kungkungan orde baru yang otoriter juga karena unjuk rasa sering mempertontonkan anarkisme dan ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik. Unjuk rasa juga sering dilakukan tampa arah dan tujuan yang jelas bahkan beberapa demontrasi hanya menciptakan kekesalan masyarakat dengan mengganngu kepentingan umum seperti penutupan jalan, pengrusakan rambu-rambu lalu lintas dan sebagainya. Akumulasi kekecewaan itulah membuat masyarakat belum dapat menerima demontrasi sebagai budaya berdemokrasi.

Sebagai sebuah konsekwensi dari tata cara berdemokrasi dinegara ini maka demontrasi atau unjuk rasa harus diterima sebagai sebuah budaya berdemokrasi walaupun masih banyak yang perlu dibenahi dan perbaiki kedepannya. Dalam tahapan berdemokrasi sekali lagi unjuk unjuk rasa adalah jalan terakhir dalam penyampain pesan atau adanya kebuntuan komunikasi sehingga komunikasi hanya berlangsung satu arah atau dengan kata lain demontrasi seringkali muncul karena ketiadaan demokrasi dalam pengelolaan dan penataan sistem kehidupan sosial.

Oleh karena itu evaluasi terhadap menejemen kehidupan bersosial di segala bidang kehidupan harus selalu dilaksanakan termasuk didunia pendidikan. Benarkah nilai-nilai demokrasi telah diterapkan, benarkah setiap komponen atau civitas akademik baik itu, guru,tata usaha, siswa, dan komponen pendukung lainnya di berikan ruang untuk memberikan masukan, kritik dan evaluasi terhadap setiap kebijakan yang diterapkan dalam dunia pendidikan. Kalau hal tersebut belum maksimal dilakukan, maka jangan salahkan ketika unjuk rasa muncul sebagai anti tesa dari hal tersebut.

Menyikapi kegiatan unjuk rasa yang dilakukan oleh siswa disalahsatu SMA terkenal di Kota palu tersebut. Terlepas dari bagaimana persepsi masyarakat terhadap hal tersebut dan kepentingan yang ada. Hal yang paling penting di lihat lebih jauh adalah subtansi dari pesan yang ingin disampaikan oleh siswa-siswa yang polos tersebut.

Terdapat beberapa hal yang perlu disikapi pertama Sepertinya pihak terkait harus melakukan evaluasi terhadap perimbangan besar uang yang dikeluarkan orang tua siswa dengan fasilitas yang didapatkan siswa. Hal ini dilihat dari tuntutan siswa yang merasa tidak adil karena tidak sebanding dengan apa yang mereka rasakan.

Kedua. Sekolah seharusnya harus lebih transparan dalam pengelolaan anggaran. Setiap civitas akademik minimal guru, tata usaha, siswa dan orangtua siswa seharusnya berhak menegakses dan mengetahui pemasukan dan pengeluaran serta hal-hal yang berkaitan dengan anggaran sekolah. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya saling curiga. Dewasa ini setiap sekolah sudah banyak mempunyai website. Seharusnya bukan hanya profil sekolah yang dipajang tetapi juga daftar pengelolaan anggaran sekolah. Transparansi adalah kontrol pengawasan yang paling efektif jika dibandingkan dengan menunggu team audit datang memeriksa.

Ketiga. Evaluasi sekolah RSBI, Sampai saat ini belum ada kejelasan adanya kesimpulan evaluasi RSBI oleh pemerintah atau jangan-jangan belum dilaksanakan, apakah RSBI dipertahankan atau ditinggalkan. Keberadaan RSBI pernah menjadi sorotan publik terkait dengan pembiayaan yang mahal di bandingkan dengan kehidupan masyarakat. Alasan rasional cukup jelas selain tidak dapat dijangkau oleh semua kalangan juga karena RSBI tidak berbanding dana yang dikeluarkan orang tua siswa dengan mutu. Penelitaannya memang belum ada tapi indikasinya dapat di lihat dari diserapnya lulusan di perguruan tinggi atau dunia kerja. Kedepan memang standar internasional masih dibutuhkan tetapi dengan meminimalkan pungutan dari masyarakat dan mengedepankan mutu ketimbang label belaka.

Keempat menumbuhkan nilai-nilai demokrasi di sekolah dengan memberikan ruang kepada setiap komponen yang terkait untuk memberikan pendapat terkait setiap kebijakan yang ada disekolah. Kepala sekolah harus lebih terbuka menerima masukan dari setiap civitas akedemik demi pengembangan sekolah kedepan. Dalam hal ini komunikasi harus ditunjukkan secara dua arah agar tidak terjadi kebuntuan informasi serta dapat saling pengertian dan sepaham terhadap suatu masalah.

Penulis pikir masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi bersama terkait masalah pendidikan. Fakta yang dipertotonkan oleh siswa SMAN dipalu tersebut hanyalah sekelumik gambaran masalah pendidikan hari ini. Masih banyak masalah yang lain yang perlu dipikirkan bersama. Mengharap pemerintah saja tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Terakhir apresiasi perlu di berikan kepada siswa – siswa salahsatu SMA di palu, atas keberaniaannya mengungkap apa yang mereka rasakan sebagai contoh tumbuhnya nilai-nilai karakter bangsa yang gelisa terhadap ketidakadilan dan ketidakbenaran. Terlepas dari kepentingan apa dan siapa serta benar tidaknya tindakan tersebut dimata masyarakat yang belum terbiasa berdemokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar