Selasa, 27 Desember 2011

UN 2010 KEMBALI PADA LUBANG YANG SAMA

Oleh : Akmal nur

Polemik proses hukum UN bermula dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutuskan perkara terkait UN 2006, tanggal 21 Mei 2007, yang pada intinya menyatakan para tergugat telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia terhadap warga negara yang menjadi korban UN dan majelis hakim memerintahkan kepada para tergugat agar meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi yang lengkap di seluruh Indonesia, sebelum melaksanakan UN. Meski UN 2007 tidak lebih baik dari UN 2006, pemerintah tetap tidak mau menerima kekalahan dan mengajukan banding. Pada 6 Desember 2007, PT DKI Jakarta menjatuhkan vonis berupa penolakan terhadap permohonan banding pemerintah dan menguatkan putusan PN Jakarta Pusat. Pemerintah tetap tidak mau menerima putusan banding tersebut dan mengajukan kasasi ke MA serta tetap melaksanakan UN 2008 dan UN 2009. Pelaksanaan UN 2008 maupun 2009 pun diwarnai berita-berita miring tentang kecurangan-kecurangan.

Polemik kembali berlanjut Menyusul keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi dari pemerintah berkait keputusan dari Pengadilan Tinggi Jakarta tentang pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Polemik ujian nasional kembali menguak. Harapan akan dijalankannya putusan tersebut seakan terhenti dengan adanya pernyataan Presiden yang mengungkapkan bahwa UN 2010 tetap dilaksanakan setelah melaksanakan rapat terbatas pada tanggal 7 januari 2010 kemarin. Hal ini sangat berbeda dengan pernyataan presiden sebelumnya yang mengisyaratkan bahwa UN bukanlah satu-satunya penentu kelulusan.

Menelusuri apa sebenarnya dibalik keputusan tersebut dan berlarut-larutnya problem UN dapat dilacak dari pemikiran sederhana. Bahwa tidak mungkin sesuatu dapat di gapai tampa kerja keras yang maksimal. Dengan adanya Ujian Nasional diharapkan siswa,guru dan sekolah terpacu untuk terus memaksimalkan usahanya dalam mencapai standar tersebut. Pemikiran itulah yang menurut penulis menjadi landasan utama diadakannya UN.

Dari system yang ditetapkan pemerintah tersebut, kita dapat melihat bagaimana siswa,guru, maupun sekolah dibuat sibuk untuk mempersiapkan UN, mulai dari pembelian buku-buku UN sampai pada tambahan belajar mengajar yang dilakukan disekolah. Semua dilakukan agar terhindar dari kegagalan pada UN.

Dalam melihat persiapan tersebut, UN memang disatu sisi berdampak baik. Karena beberapa teori menunjukkan bahwa dengan keterpaksaan untuk menjalani system akan menimbulkan kebiasan. Dengan kata lain keterpaksaan kita untuk bekerja keras mempersiapkan diri menghadapi UN akan membuat kita terbiasa untuk lebih giat belajar.

Hanya saja hal tersebut perlu dilakukan proses secara benar. Seperti penyeragaman evaluasi yang tidak di iringi dengan penyeragaman input, proses penunjang serta standarisasi pendidik. Oleh sebab itu Seyogianyalah pemerintah mencarikan cara yang lain. Atau seperti disampaikan para pengamat pendidikan, pemerintah lebih baik menyeragamkan terlebih dahulu proses belajar dan mengajar di setiap sekolah, sebelum menyelenggarakan UN. Sungguh tidak adil ketika proses belajar dan mengajarnya tidak seragam, kemudian anak didik diukur dengan cara yang sama.

Sehingga apa yang terjadi dari ketimpangan tersebut, melahirkan implementasi UN tidak sesuai dengan yang diharapkan. Seperti kecurangan, ketidakjujuran, tekanan dan sebagainya. Begitu pula sekarang banyak sekolah yang sudah beralih fungsi menjadi lembaga bimbingan belajar. Yang Cuma melatih sisiwa menjadi lihai dalam menyelesaikan soal-soal UN tetapi kerdil dalam hal etika dan sikap.

Kebijakan Baru UN 2010

Kepastian UN 2010 tetap dilaksanakan telah ada, alas an pemerintah dari awal tetaplah sama. Selain dilandasi daripemikiran sederhana tersebut juga dilandasi dari tidak adanya alasan tersurat keputusan MA yang melarang UN. Akan tetapi ketika mau dipahami maknanya sama saja dengan pelarangan UN jika tidak dibarengi dengan syarat – syarat yang telah ditetapkan dalam keputusan tersebut. Namun itulah itulah menjadi penafsiran pemerintah.

Kebijakan baru mengenai Ujian Nasional (UN) , nampaknya bukan solusi tepat dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebab sistem UN tetap tidak bisa dijadikan sebagai acuan standar kompetensi siswa, meski mekanisme pelaksanaannya dirubah. Kebijakan baru ini juga belum mampu menghilangkan ketakutan para penyelenggara pendidikan dan siswa sebagai pelaku utama dalam menghadapi UN.

Seiring dengan keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 74 Tahun 2009 tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) SD/MI dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 75 Tahun 2009 Tentang Ujian Nasional SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB/SMK Tahun 2009 yang ditandatangani oleh Mendiknas lama, Bambang Sudibyo Oktober 2009 lalu. Yang berbeda dari UN sebelumnya adalah Jika pada UN sebelumnya peserta UN Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat yang tidak memenuhi standar kelulusan harus mengikuti ujian kejar paket C, maka tahun 2010 mendatang peserta boleh mengikuti ujian ulangan, begitu juga untuk SD, SMP dan sederajat. Hal tersebut belumlah mengindikasikan akan adanya pemenuhan standar pelayanan sebelum pelaksanaan UN, sepeti harapan pihak – pihak yang selama ini di rugikan pada pelaksanaan UN sebelumnya. Serta belum memenuhi rasa keadilan bagi setiap penyelenggaraan pendidikan ditanah air yang tercinta ini.

Sepertinya pemerintah telah kebal dengan kritikan para pemerhati pendidikan. UN 2010 tinggal menghitung hari. Seperti biasa terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian unit penyelenggara pendidkan adalah pertama melaksanakan UN 2010 dengan proses yang jujur dan benar. Kedua tetap memaksilkan usaha dalam mempersiapkan diri menghadapi UN dengan tidak melupakan materi pelajran lain seperti pendidikan sikap dan etika. Ketiga, tetap memberikan masukan kepada pihak yang terkait terhadap kondisi fasilatas yang dimiliki yang mendukung pelaksanaan UN. Semoga kedepan UN menjadi wadah atau system majunya pendidikan Indonesia dengan konsep dan pemerataan pendidikan diseluruh tanah air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar