Oleh : Akmal nur,
Akhir-akhir ini beberapa media
menyoroti konser lady gaga yang akan dilaksanakan pada di senayan Jakarta. Kehadiran lady gaga
menjadi sangat kontroversial menyusul
penolakan beberapa organisasi masyarakat (ORMAS) serta rekomendasi Polda Metro
Jaya terkait penolakan izin konser lady di Jakarta. Seiring penolakan konser
tersebut, jurtru yang menjadi fenomenal
adalah antusiasme sebagiann masyarakat
yang telah membeli tiket hingga ratusan ribu.
Lady gaga hanyalah salahsatu icon budaya pop yang sedang merajalela
di Indonesia. Negeri yang menurut Justin Bieber sebagai negeri ‘antahbarantah’
ini telah lama kehilangan entitas budaya
yang pernah di miliki. Sangat susah sekarang ini menemukan kenekaragaman budaya
seperti budaya Sunda, budaya Jawa, budaya Aceh,
budaya Sasak, budaya batak, budaya dayak dan sebagainya muncul sebagai budaya yang
popular di negeri ini. Masyarakat lebih senang menampilkan dan menikmati hasil
budaya popular dari korea dan Negara-negara barat.
Nilai-nilai “ketimuran” yang melekat pada setiap budaya yang ada di
Indonesia kini mulai terkikis oleh budaya pop yang menawarkan berbagai
kesenangan. Budaya pop (pop culture) secara
sederhana diambil dari dua kata yaitu budaya dan popular. Budaya sendiri dapat
dimaknai sebagai pandangan hidup selain itu juga merupakan hasil cipta rasa dan
karsa, sedangkan popular dapat diartikan sesuatu yang banyak disukai orang.
Sehingga ketika kedua kata tersebut digabungkan maka budaya pop dapat dimaknai
sebagai cara, gaya dan hasil dalam
pandangan seseorang terhadap obyek yang banyak disenangi oleh semua orang.
Dalam tulisan ini budaya pop lebih banyak merujuk kepada kebudayan
Negara-negara barat yang populer sekarang ini.
Makna dari budaya pop atau sering diistilahkan sebagai budaya massa dapat
dilihat dari tiga hal disebut 3F (fun, food, fashion). Kesenangan, makanan, dan
cara berpakain. Ketiga hal tersebut telah merubah gaya hidup masyarakat
Indonesia. Kesenangan misalnya dapat di identifikasi dari Merebaknya
tempat-tempat hiburan modern seperti tempat karaoke,dan lokalaisasi. Begitu
juga dengan kehidupan hura-hura seperti seks bebas, narkoba dan lain-lain.
Makanan, dapat dilihat dari menjamurnya tempat maka instan atau cepat saji.
Dari segi cara berpakaian, masyarakat lebih senang mengikuti cara –cara
berpakaian orang barat atau orang Korea ketimbang pakaian atau acessosoris khas
Indonesia.
Cara atau gaya hidup populer ini berusaha di bentuk dan diramu
sedemikian rupa agar dapat diterima oleh masyarakat sebagai ajaran dan agama
baru dalam mempengaruhi tindak laku dalam berkehidupan. Seseorang dianggap
kampungan kalau tidak pernah ketempat karaoke, seseorang dianggap kurang mampu
alias miskin kalau makannnya tidak ditempat makanan cepat saji. Sesorang dianggap
“nora” atau tidak keren kalau tidak berdandang ala Lady gaga atau sejenisnya.
Semua itu adalah bahasa-bahasa sederhana yang muncul ditengah-tengah masyarakat
sebagai indikator perubahan pola pikir dan gaya hidup masyarakat.
Budaya pop sendiri mulai merebak diabad 20 di era modern. Era modern
yang ditandai dengan globalisasi membuat dunia ini tidak dapat lagi memiliki
batas wilayah sosial dan budaya. Apa yang terjadi di belahan dunia ini secara bersamaan dapat
disaksikan dan dinikmati oleh seseorang dimanapun mereka berada. Disinilah
peran teknologi seperti media dalam mengkampanyekan budaya pop.
Media sebagai sarana penting dalam
reproduksi budaya pop. Sebahagian besar media tidak lagi memilih apakah layak
atau tidak sebuah tayangan tetapi bagaimana tayangan tersebut membawa
keuntungan profit yang besar. Dengan kehadiran media seperti ini disetiap sudut
ruang kehidupan telah menjadikan manusia tidak dapat lari dari pengaruh budaya
pop.
Bahkan dengan tawaran kesenangan yang dimiliki telah membuat seseorang
kecanduan dan tidak dapat terbebas dari prilaku populer tersebut. Dengan
iklan-iklan atau tayangan lain yang ada
di media dapat membentuk cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Misalnya saja
bagaimana sebuah iklan membentuk opini masyarakat bahwa wanita cantik itu
identik dengan pakaian seksi atau terbuka seperti Lady gaga misalnya.
Dampak Budaya Pop
Era globalisasi sekarang ini disatu
sisi memang menguntungkan dalam hal teknologi tetapi dari segi lain jika tidak
dicermati lebih jauh justru teknologi itu sendiri menyuguhkan hal-hal yang jauh
lebih negatif seperti budaya pop. Budaya pop telah hadir dan menjadi panduan
hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Dampak dari budaya pop telah
merasuki setiap sendi-sendi kehidupan. Remaja sebagai generasi penerus bangsa
ini menjadi kelompok yang paling mudah terpengaruh. Lihat saja ekses dari
kehidupan remaja sekarang ini. Tawuran, hura-hura, seks bebas, narkoba,
minum-minuman keras dan sebagainya.
Dampak terburuk dari budaya pop lainnya adalah didalamnya terdapat
kesenangan semu yang menganjurkan kebebasan yang tidak terbatas. Dari segi
prilaku masyarakat misalnya dapat dilihat dari kebebasan yang tidak
bertanggungjawab, kekerasan, instanisasi, dan yang lebih penting menjadi
perhatian adalah budaya pop telah menghilangkan kearifan-kearifan lokal,
krisis moralitas serta benturan terhadap
nilai-nilai ‘ketimuran’.
Pembangunan fisik bangsa ini yang
tidak diimbangi dengan pembangunan moral telah menimbulkan berhala-berhala
baru, seseorang lebih senang menghabiskan waktunya di mall atau tempat-tempat
hiburan ketimbang melakukan hal-hal yang produktif apalagi mempunyai waktu
untuk memikirkan kondisi sekelilingnya.
Dalam melihat kecendrungan akan hal
tersebut diatas maka perlu secepatnya menjadi perhatian bersama. Beberapa
diantaranya adalah melakukan penyadaran kepada masyarakat terhadap dampak
tersebut diatas, menghidupkan kembali budaya serta kearifan lokal yang dimiliki
bangsa ini, mewujudkan remaja-remaja yang taat agama dengan kegiatan-kegiatan
yang relegius ditengah masyarakat, serta penegakan aturan-aturan secara tegas
khususnya dari segi mempertahankan budaya-budaya ‘ke-Indonesia-an’ dalam
menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Serta banyak lagi hal- hal yang
dapat dilakukan sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing ditengah
masyarakat.
Budaya nasional memang merupakan
kebudayan yang terbuka tetapi bukan berarti tidak memiliki filter yang jelas
terhadap budaya-budaya lain. Secara pribadi penulis bukannya tidak mengakui bahwa budaya populer tidak memiliki
efek positif tetapi yang jelas bahwa ajaran budaya populer lebih banyak
menampilkan efek-efek negatifnya ditengah-tengah masyarakat. Atas nama
kebebasan berekspresi bukanlah alasan untuk membenarkan tindakan amoral seperti
dalam beberapa tontonan di berbagai situs internet.
Menghadapi budaya pop tidak akan
bisa dilakukan dengan menebar ancaman atau kekerasan. Melakukan perusakan
tempat-tempat sebagai icon budaya pop atau memusuhi orang yang
menampilkan hal-hal yang berasal dari budaya pop bukanlah solusi yang tepat
dalam menyelesaikan masalah Perlu dilakukan upaya yang lebih komrehensif,
persuasive dan bijaksana dalam menghadapinya sembari memunculkan budaya kita
sendiri menjadi populer. Bangsa ini harus terus
bermimpi bahwa budaya yang popoler nantinya di negeri kita sendiri bukan
lagi dunia barat atau korea tetapi budaya Indonesia itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar