Rabu, 10 Oktober 2012

BUDAYA POP DAN LADY GAGA


Oleh : Akmal nur, 

            Akhir-akhir ini beberapa media menyoroti konser lady gaga yang akan dilaksanakan pada   di senayan Jakarta. Kehadiran lady gaga menjadi  sangat kontroversial menyusul penolakan beberapa organisasi masyarakat (ORMAS) serta rekomendasi Polda Metro Jaya terkait penolakan izin konser lady di Jakarta. Seiring penolakan konser tersebut,  jurtru yang menjadi fenomenal adalah antusiasme sebagiann masyarakat  yang telah membeli tiket hingga ratusan ribu.
            Lady gaga hanyalah salahsatu icon budaya pop yang sedang merajalela di Indonesia. Negeri yang menurut Justin Bieber sebagai negeri ‘antahbarantah’ ini telah lama  kehilangan entitas budaya yang pernah di miliki. Sangat susah sekarang ini menemukan kenekaragaman budaya seperti budaya Sunda, budaya Jawa, budaya Aceh, budaya Sasak, budaya batak, budaya dayak  dan sebagainya muncul sebagai budaya yang popular di negeri ini. Masyarakat lebih senang menampilkan dan menikmati hasil budaya popular dari korea dan Negara-negara barat.
Nilai-nilai “ketimuran” yang melekat pada setiap budaya yang ada di Indonesia kini mulai terkikis oleh budaya pop yang menawarkan berbagai kesenangan. Budaya pop (pop culture) secara sederhana diambil dari dua kata yaitu budaya dan popular. Budaya sendiri dapat dimaknai sebagai pandangan hidup selain itu juga merupakan hasil cipta rasa dan karsa, sedangkan popular dapat diartikan sesuatu yang banyak disukai orang. Sehingga ketika kedua kata tersebut digabungkan maka budaya pop dapat dimaknai sebagai cara, gaya  dan hasil dalam pandangan seseorang terhadap obyek yang banyak disenangi oleh semua orang. Dalam tulisan ini budaya pop lebih banyak merujuk kepada kebudayan Negara-negara barat yang populer sekarang ini.
Makna dari budaya pop atau sering diistilahkan sebagai budaya massa dapat dilihat dari tiga hal disebut 3F (fun, food, fashion). Kesenangan, makanan, dan cara berpakain. Ketiga hal tersebut telah merubah gaya hidup masyarakat Indonesia. Kesenangan misalnya dapat di identifikasi dari Merebaknya tempat-tempat hiburan modern seperti tempat karaoke,dan lokalaisasi. Begitu juga dengan kehidupan hura-hura seperti seks bebas, narkoba dan lain-lain. Makanan, dapat dilihat dari menjamurnya tempat maka instan atau cepat saji. Dari segi cara berpakaian, masyarakat lebih senang mengikuti cara –cara berpakaian orang barat atau orang Korea ketimbang pakaian atau acessosoris khas Indonesia.                
Cara atau gaya hidup populer ini berusaha di bentuk dan diramu sedemikian rupa agar dapat diterima oleh masyarakat sebagai ajaran dan agama baru dalam mempengaruhi tindak laku dalam berkehidupan. Seseorang dianggap kampungan kalau tidak pernah ketempat karaoke, seseorang dianggap kurang mampu alias miskin kalau makannnya tidak ditempat makanan cepat saji. Sesorang dianggap “nora” atau tidak keren kalau tidak berdandang ala Lady gaga atau sejenisnya. Semua itu adalah bahasa-bahasa sederhana yang muncul ditengah-tengah masyarakat sebagai indikator perubahan pola pikir dan gaya hidup masyarakat.
Budaya pop sendiri mulai merebak diabad 20 di era modern. Era modern yang ditandai dengan globalisasi membuat dunia ini tidak dapat lagi memiliki batas wilayah sosial dan budaya. Apa yang terjadi  di belahan dunia ini secara bersamaan dapat disaksikan dan dinikmati oleh seseorang dimanapun mereka berada. Disinilah peran teknologi seperti media dalam mengkampanyekan budaya pop.
            Media sebagai sarana penting dalam reproduksi budaya pop. Sebahagian besar media tidak lagi memilih apakah layak atau tidak sebuah tayangan tetapi bagaimana tayangan tersebut membawa keuntungan profit yang besar. Dengan kehadiran media seperti ini disetiap sudut ruang kehidupan telah menjadikan manusia tidak dapat lari dari pengaruh budaya pop.
Bahkan dengan tawaran kesenangan yang dimiliki telah membuat seseorang kecanduan dan tidak dapat terbebas dari prilaku populer tersebut. Dengan iklan-iklan atau tayangan lain  yang ada di media dapat membentuk cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Misalnya saja bagaimana sebuah iklan membentuk opini masyarakat bahwa wanita cantik itu identik dengan pakaian seksi atau terbuka seperti Lady gaga misalnya.

Dampak Budaya Pop
            Era globalisasi sekarang ini disatu sisi memang menguntungkan dalam hal teknologi tetapi dari segi lain jika tidak dicermati lebih jauh justru teknologi itu sendiri menyuguhkan hal-hal yang jauh lebih negatif seperti budaya pop. Budaya pop telah hadir dan menjadi panduan hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Dampak dari budaya pop telah merasuki setiap sendi-sendi kehidupan. Remaja sebagai generasi penerus bangsa ini menjadi kelompok yang paling mudah terpengaruh. Lihat saja ekses dari kehidupan remaja sekarang ini. Tawuran, hura-hura, seks bebas, narkoba, minum-minuman keras dan sebagainya.
Dampak terburuk dari budaya pop lainnya adalah didalamnya terdapat kesenangan semu yang menganjurkan kebebasan yang tidak terbatas. Dari segi prilaku masyarakat misalnya dapat dilihat dari kebebasan yang tidak bertanggungjawab, kekerasan, instanisasi, dan yang lebih penting menjadi perhatian adalah budaya pop telah menghilangkan kearifan-kearifan lokal, krisis  moralitas serta benturan terhadap nilai-nilai ‘ketimuran’.
            Pembangunan fisik bangsa ini yang tidak diimbangi dengan pembangunan moral telah menimbulkan berhala-berhala baru, seseorang lebih senang menghabiskan waktunya di mall atau tempat-tempat hiburan ketimbang melakukan hal-hal yang produktif apalagi mempunyai waktu untuk memikirkan kondisi sekelilingnya.
            Dalam melihat kecendrungan akan hal tersebut diatas maka perlu secepatnya menjadi perhatian bersama. Beberapa diantaranya adalah melakukan penyadaran kepada masyarakat terhadap dampak tersebut diatas, menghidupkan kembali budaya serta kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini, mewujudkan remaja-remaja yang taat agama dengan kegiatan-kegiatan yang relegius ditengah masyarakat, serta penegakan aturan-aturan secara tegas khususnya dari segi mempertahankan budaya-budaya ‘ke-Indonesia-an’ dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Serta banyak lagi hal- hal yang dapat dilakukan sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing ditengah masyarakat.
            Budaya nasional memang merupakan kebudayan yang terbuka tetapi bukan berarti tidak memiliki filter yang jelas terhadap budaya-budaya lain. Secara pribadi penulis bukannya  tidak mengakui bahwa budaya populer tidak memiliki efek positif tetapi yang jelas bahwa ajaran budaya populer lebih banyak menampilkan efek-efek negatifnya ditengah-tengah masyarakat. Atas nama kebebasan berekspresi bukanlah alasan untuk membenarkan tindakan amoral seperti dalam beberapa tontonan di berbagai situs internet.
            Menghadapi budaya pop tidak akan bisa dilakukan dengan menebar ancaman atau kekerasan. Melakukan perusakan tempat-tempat  sebagai icon budaya pop atau memusuhi orang yang menampilkan hal-hal yang berasal dari budaya pop bukanlah solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah Perlu dilakukan upaya yang lebih komrehensif, persuasive dan bijaksana dalam menghadapinya sembari memunculkan budaya kita sendiri menjadi populer. Bangsa ini harus terus  bermimpi bahwa budaya yang popoler nantinya di negeri kita sendiri bukan lagi dunia barat atau korea tetapi budaya Indonesia itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar