Oleh
: Akmal nur, S.Pd
Belakangan ini remaja sebagai
generasi penerus bangsa banyak menjadi perbincangan ditengah masyarakat. Bukan
karena prestasinya atau kerja positifnya membangun bangsa, tetapi tingkah
lakunya yang menimbulkan antipati masyarakat. Remaja yang menjadi bagian
penting dari bangsa ini kini keberadaannya menjadi tidak terkontrol dan banyak
meresahkan masyarakat. Berbagai kasus
kekerasan, amoral, penyalahgunaan obat terlarang, sampai pada hilangnya rasa
kemanusian mereka membuat bangsa ini harus mencermati, berfikir dan melakukan
tindakan untuk memutus mata rantai peristiwa ini agar tidak terjadi terus
menerus.
Penyakit sosial remaja sekarang ini
harus menjadi perhatian. Tidak dapat disangkal bahwa seratus persen
keberlangsungan bangsa ini ditentukan oleh karakter remaja saat ini. Remaja
yang memiliki karakter yang kuat akan melahirkan kedepan bangsa yang kuat dan
berkarakter. Sebaliknya generasi yang rapuh hanya akan melahirkan bangsa yang
rapuh pula, bahkan akan mengalami kepunahan. Kalaupun tidak punah maka bangsanya
akan menjadi wilayah jajahan bangsa lain. Sudah terlalu banyak buahpikiran dari
pengamat dan peneliti yang membenarkan argument ini.
Masalah remaja memang merupakan
masalah klasik, yang timbul dan tenggelam di tengah banyaknya persoalan bangsa. Munculnya masalah tawuran, kekerasan,
penyalahgunaan obat-obatan dan penyakit sosial lainnya pada remaja bukan hanya
terjadi saat ini dan ditimbulkan dari satu sebab, tetapi dipengaruhi oleh
banyak faktor atau kondisi yang ada. Tetapi dengan mengurangi sebab dari
masalah tersebut palingtidak juga mengurangi akibat- akibat yang ditimbulkan.
Dan hal yang terpenting adalah bagaimana membentengi dan membekali remaja agar
terhindar dari penyakit-penyakit sosial tersebut.
Depresi, ingin terkenal, kurang
apresiasi, kurang perhatian, kurang manusiawi, hedonisme pergaulan bebas,
globalisasi dan sebagainya merupakan daftar kata sederhana yang sering
digunakan untuk menjustifikasi penyimpangan tingkahlaku remaja. Sudah terlalu
sering kata – kata seperti itu muncul bukan hanya pada saat kejadian tetapi ada
disetiap lembaran buku-buku, ada disetiap skenario film, ada di setiap
seminar-seminar tetapi mungkin tidak ada pada perhatian kepala keluarga, anggota keluarga, pendidik, masyarakat
serta pemimpin negeri ini.
Mencari siapa yang salah dari
peristiwa tersebut bukanlah hal urgen untuk dibicarakan. Tetapi yang terbaik
adalah mencari solusi dari masalah tersebut. Tidak terlalu penting memberikan
kutukan pada setiap peristiwa tersebut, apalagi menyalahkan sepenuhnya pada
pelaku. Karena jika dilihat lebih jauh semua komponen ikut andil dan
bertanggungjawab terhadap peristiwa itu. Baik lingkungan keluarga, lingkungan
pendidikan maupun lingkungan masyarakatnya.
Banyaknya asumsi masyarakat yang
menyudutkan sekolah sebagai sebuah instansi yang paling bertanggungjawab
terhadap peristiwa tersebut haruslah diterima dengan kepala dingin oleh para
pelaku pendidikan walaupun tidak sepenuhnya benar. Mengingat bahwa sekolah
selama menjadi salahsatu titik tumpu membentuk karakter anak bangsa. Munculnya
kontradiksi antara harapan masyarakat dengan kenyataan yang ada memunculkan
asumsi tersebut. Apatahlagi beberapa peristiwa muncul dari kelompok – kelompok
remaja yang berada dalam sistem sekolah. Oleh karenanya sekolah sebagai tempat
remaja membentuk karakter tidak perlu menanggapi terlalu serius, sebab yang
terpenting adalah mengambil peran sosial masing-masing dan berfikir untuk
mencegah kejadian terulang kembali.
SUDUT PANDANG PENDIDIKAN
Sebagaimana disebutkan sebelumnya
bahwa bukan hanya satu faktor yang berpengaruh terhadap munculnya efek-efek
kenakalan remaja tetapi pada sesi ini penulis lebih banyak melihat sudut
pandang pendidikan formal.
Usia remaja merupakan usia rentang
prilaku-prilaku abnormal. Pada masa-masa ini merupakan peralihan dari masa kanak-kanak
menjadi dewasa yang menampilkan banyak gejolak emosi. Pencarian jati diri dan
ekspresi jiwa yang berlebihan harus menjadi perhatian agar tersalurkan pada
hal-hal yang positif. Keberadaan institusi pendidikan seperti sekolah harus
menjadi media dalam mengelola emosi tersebut dengan baik.
Setidaknya ada beberapa hal yang
perlu dilakukan dalam lingkungan pendidikan formal. Pertama, paradigma sistem
pendidikan yang lebih mementingkan kognitif ketimbang sikap dan moral peserta
didik harus ditinggalkan. Pemebentukan karakter disekolah juga tidak akan terjadi
selama proses disekolah hanya sampai pada proses pembelajaran tampah menyentuh
wilayah pendidikan. Pendidikan karakter yang selama ini diwacanakan hanya
sebatas teori jika paradigma pengambil kebijakan dan palaku pendidikan tidak
berubah.
Kedua, sekolah harus banyak
menyiapkan tempat pada peserta didik sebagai pilihan-pilihan dalam mengelola
mental dan fisiknya. Selain untuk menyibukkan peserta didik pada kegiatan
positif juga untuk menyediakan miniatur sosial dalam berinteraksi serta
menyelesaikan persoalan-persoalan dengan cara yang baik. Kurangnya tempat untuk
berekspresi di lingkungan sekolah hanya melahirkan kelompok-kelompok siswa yang
tidak terkontrol dan rentang melakukan kegiatan negatif.
Ketiga, mengkondisikan sebuah sistem
sekolah yang dapat membentuk dan membina karakter peseta didik. Sistem sekolah
yang meliputi pengelolaan sekolah yang baik, pembelajaran, keteladanan para
pendidik, penegakan perangkat-perangkat aturan sekolah dengan tegas, serta
budaya-budaya kesopanan diterapkan dilingkungan sekolah. Pembentukan karakter
tidak akan tercipta dengan mengajarkan karakter pada peserta didik, tetapi
terbentuk dari rekayasa atau pengkondisian sebuah sistem sekolah yang
memberikan ruang terbentuknya karakter tersebut.
Keempat. Guru sebagai ujung tombak
pendidikan selain memberikan teladan juga harus mengetahui ciri umum dan
perkembangan remaja/peserta didiknya. Pengetahuan guru terhadap seorang remaja
dapat memberikan perlakuan baik itu pembelajaran, pembibingan, pembinaan sesuai
dengan tahap usia remaja tersebut. Kecendrungan dan potensi setiap remaja
sangat berbeda-beda sehingga dibutuhkan peran guru untuk melihat, memilah dan
mengembangkan setiap potensi-potensi tersebut.
Masih banyak lagi hal-hal lain yang
perlu diperankan institusi pendidikan dalam membentuk mental dan karakter
remaja. Optimisme tetap harus terjaga, bangsa ini masih punyah harapan untuk
maju selama kepercayaan terhadap generasi penerus bangsa di iringi dengan
perhatian semua pihak. Bukan hanya lingkungan pendidikan, tetapi juga
lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat serta kebijakan-kebijakan para
pemimpin bangsa ini berpihak pada pembentukan karakter bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar