Rabu, 28 Desember 2011

MENGHILANGKAN PENJAJAH LOKAL

Oleh : Akmal Nur, S.Pd
Lahirnya konsep Otonomi Daerah bukan hanya di harapkan untuk percepatan peningkatan kesejahteraan rakyat dengan memberikan kewenangan yang sangat luas terhadap Pemerintah daerah dalam pengelolaan Pemerintahaannya. Atau pengelolaan yang dulunya sentralisasi menjadi desentralisasi. Akan tetapi juga banyak di salahgunakan oleh Pemerintahan di tingkat lokal dalam melakukan tindakan – tindakan yang justru menyengsarakan rakyat. Dapat dikatakan bahwa Otonomi Daerah juga berpotensi melahirkan penjajah – penjajah lokal.
Seiring dengan bergulirnya Otonomi Daerah, selain kita dapat menyaksikan beberapa daerah di tanah air mengalami perkembangan yang cukup berarti, juga dapat dlihat berbagai daerah yang justru penduduknya tidak berubah setelah Otonomi Daerah berjalan. Bahkan yang terjadi adalah bentuk penjajahan baru dengan memberlakukan peraturan daerah (PERDA) secara sewenang – wenang.

WUKUF DI LERENG MERAPI

Oleh : Akmal Nur, S.pd


Idul Adha yang jatuh pada 16 dan 17 November 2010 sepertinya dirayakan dengan penuh keprihatinan. Idul Adha berlangsung ketika berbagai bencana kembali melanda Indonesia. Mulai banjir di Wasior dan Malang, gempa dan tsunami di Mentawi, Letusan gunung merapi di Yogyakarta yang sampai sekarang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Berbagai bencana ini telah banyak menimbulkan korban baik jiwa maupun harta benda.
Sepertinya Tuhan mendemontrasikan kepada umat manusia akan kemahakuasaan-Nya, yang mampu melakukan segala hal, yang tidak dapat dibendung oleh berbagai ilmu dan kekuatan apapun. Di sisi lain manusia selalu lupa untuk mengambil hikmah dari setiap bencana tersebut. Walaupun dari satu sisi dalam kaca mata agama bencana dapat dianggap sebagai ujian yang harus yang dilalui manusia sebagai proses penyempurnaan mental spiritual. Akan tetapi disisi lain sebagian bencana tersebut juga dapat dilihat sebagai respon alam terhadap apa yang telah dilakukan manusia diatas muka bumi ini. Bencana banjir misalnya yang banyak diakibatkan karena keserakahan manusia dalam mengelola alam.

WASPADA KAMPANYE HITAM PADA PILPRES 2009

Oleh : Akmal Nur.*


Terhitung beberapa hari lagi PILPRES 2009 akan digelar, berbagai persiapan telah dilakukan baik oleh KPU maupun para calon yang akan memperebutkan kursi nomor satu di Negara yang kita cintai ini. Hal ini dapat dilihat dari maraknya berbagai pemberitaan di berbagai media baik cetak maupun elektronik, yang setiap hari memberikan informasi tentang perkembangan pelaksanaan PILPRES. Bahkan beberapa media cetak telah menyiapkan satu kolom khusus tentang pelaksanaan kampanye PILPRES 2009.
Genderang kampanye telah ditabuhkan oleh KPU dan secara resmi tiga kandidat capres dan cawapres dijadwalkan oleh KPU untuk melakukan serangkain kampanye ditanah air, Berbagai program-program kandidat kini menjadi hangat dibicarakan dimasyarakat, entah itu rasional ataupun tidak, hanya masyarakatlah yang akan menilai. Bukan hanya program yang menjadi isu dalam kampanye tetapi yang lebih penting siapa sosok kandidat tersebut, maka citra dalam kampanye turut mewarnai pemilih dalam menjatuhkan pilihannya.

PROTEKSI VIDEO PORNO ARTIS

OLEH : Akmal nur

Masyarakat kembali di hebohkan dengan kehadiran video porno dua video yang diperankan mirip artis. Video tersebut beredar luas di masyarakat sampai pelosok pedesaan. Film yang mempertontongkan adegan panas kuat dugaan diperankan pasangan selebrity yang memiliki banyak pengagum di masyarakat. Adegan yang berdurasi enam menit tersebut tidak dapat di bendung peredarannya di tengah masyarakat sehingga berbagai kekwatiranpun muncul.

Pemberitaan media terhadap video tersebut hampir menenggelamkan berita penahanan Sosno duadji, kasus century dan kemenangan Anggodo atas kasus Bibit-Candra. Memang tidak dapat di sangkal bahwa masyarakat lebih banyak mencari berita – berita yang sensasional tersebut ketimbang berita-berita lain. Alasannya karena selain adegan tersebut di perankan oleh artis (Public figure) juga karena beberapa media menjadikan informasi tersebut sebagai video yang menimbulkan rasa penasaran. Hal ini hampir sama dengan film kiamat 2012 yang membuat masyarakat sangat penasaran menikmati film tersebut karena di haramkan oleh MUI. Jangankan orang dewasa, anak di bawah umurpun bertanya- tanya tentang video panas tersebut dan sangat mungkin mereka untuk menontonnya.

Sebagaimana di ketahui bahwa beberapa minggu yang lalu video tersebut beredar melalui internet, yang sangat mudah di akses oleh siapapun dan dimanapun. Kemudahan ini memungkinkan video tersebut beredar dengan cepat karena dapat di kirim dari satu alat telekomunikasi canggih seperti HP (hand phone) dan laptop melalui jaringan nirkabel. Dan juga di sadari bahwa alat tersebut hampir di miliki oleh setiap orang khusunya HP.

Teknologi informasi seperti internet memang melahirkan dua efek yang berbeda. Hal tersebut semuanya di awali dari manfaat dari adanya keterbukaan. Mulai dari keterbukaan informasi, pengetahuan, komunikasi, sampai pada keterbukaan yang sifatnya pribadi. Keterbukaan yang seperti inilah yang sangat tidak diharapkan dinikmati oleh pengguna dunia maya. Selain karena sifatnya pribadi yang memalukan juga karena hal tersebut dapat mengancam moral bangsa kedepan.

Dapat di bayangkan bahwa ketika video tersebut di biarkan beredar di tengah masyarakat tampa proteksi maka yang terjadi adalah banyaknya ketimpangan-ketimpangan sosial yang berbau skandal seks terjadi di masyarakat. Sebagai gambaran bahwa beberapa kasus pelecehan seksual maupun pemerkosaan di negeri ini banyak di latarbelakangi oleh tontonan pelaku terhadap video porno.

Oleh sebab itu proteksi dini terhadap video tersebut harus segera di lakukan baik itu dilakukan oleh penegak hukum, pakar IT, orang tua, pendidik maupun masyarakat secara umum. Bukan hanya dengan menghukum pelakunya tetapi juga menegakkan sistem regulasi yang ada sehingga kedepat tidak akan ada lagi video seperti itu muncul di tengah masyarakat.

Melenyapkan pornografi.

Kalau melihat sistem perundang-undangan yang ada tentang pornografi , maka hal tersebut sudah cukup untuk memproteksi secara kelembagaan. Cuma yang menjadi pertanyaan seperti biasa bahwa bagaimana aturan tersebut di tegakkan. Dalam KUHP misalnya tentang kesusilaan l pasal 282 KUHP disebutkan: “Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.”

Begitu juga dalam UU pornografi (UU no 44/2008) yang baru., Pasal 29 UU Pornografi menyebutkan, setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan dipidana paling sedikit enam bulan dan maksimal 12 tahun. Walaupun dalam penjelasan pasal 4 ayat 1 di mana orang yang membuat video porno untuk koleksi pribadi tidak dapat dijerat pidana. Akan tetapi hal tersebut dapat dianggap sebagai sebuah kelalaian dan kealpaan pelaku sehingga menyentuh kepentingan umum.

Hal yang mendesak sekarang terkait dengan video tersebut adalah mengambil peran sesuai dengan fungsi sosial masing-masing. Pertama bagi pemerintah dapat bekerjasama dengan insan media melakukan sosialisasi terhadap aturan tersebut. Sehingga masyarakat mengetahui bahwa bukan hanya pelaku yang dapat di kenakan sanksi tetapi juga orang yang mengedarkan hal tersebut. Diharapkan dengan pengetahuan masyarakat, peredarannya akan jauh lebih berkurang. Kedua proteksi dilakukan oleh orangtua. Pengawasan orangtua terhadap anak-anaknya dapat dilakukan dengan melihat langsung lingkungan anak, tempat bermain anak serta memeriksa alat komunikasi seperti HP dengan pendekatan yang lebih persuasive.

Ketiga, proteksi juga dapat dilakukan oleh pendidik. Bagi tenaga pendidikan yang bersentuhan setengah hari dengan anak-anak usia sekolah. Dapat memberikan pembelajaran tentang bahaya video tersebut di tonton maupun dengan proteksi yang lain seperti di beritakan media bahwa beberapa sekolah telah melakukan razia. HP terhadap siswanya. Walaupun hal tersebut di nilai kurang efektif tetapi perlu mendapat apresiasi karena merupakan langkah awal dalam meminimalisir peredaran video tersebut.

Keempat. Peran juga harus dilakukan oleh pakar teknologi informasi (IT) di negeri ini. Dengan menutup akses untuk mendapatkan video tersebut maupun video yang sejenis beredar di internet maka diharapkan masyarakat akan susah mendapatkan lewat jaringan tersebut.

Terakhir kelima, yang paling penting adalah peran penegak hukum dalam menegakkan aturan terkait prilaku menyimpan tersebut. Menghukum pelaku atas jasanya melakoni hal tersebut baik itu tidak disengaja dengan menghukum kealpaannya atau kelalaian dalam menyimpan video tersebut, apatahlagi di sengaja. Begitupula dengan pengedar maupun yang membantu mengedarkan, haruslah diusut tuntas. Sehingga menimbulkan efek jera bagi masyarakat.

Semoga dengan adanya beberapa proteksi tersebut dapat menjaga bangsa ini dari kemerosotan moral yang semakin hari semakin menjadi. Kita berharap bukan hanya video tersebut yang harus di proteksi tetapi beberapa video lain yang sejenis harus segera di minimalisir keberadaannya di tengah masyarakat.

Semoga juga artis-artis yang diduga melakukan hal tersebut dapat memberi klarifikasi kalau memang bukan dirinya dan dapat meminta maaf kepada masyarakat jika memang mereka pelakunya sehingga ada pertanggunjawaban dengan baik sanksi moral maupun sanksi hukum.

REAKTUALISASI PERAN PEMUDA

(Catatan Refleksi Hari Sumpah Pemuda)

Oleh : Akmal Nur

Tepat 28 Oktober 1928 beberapa perhimpunan pemuda Indonesia mendeklarasikan diri untuk satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa yaitu Indonesia. Inilah titik awal munculnya sebuah kesadaran kolektif untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebuah gerakan pemuda yang sebenarnya telah diawali dari gerakan-gerakan sebelumnya melalui pendirian berbagai organisasi kepemudaan seperti Budi utomo, Tri Koro Dhormo, Jong Sumatra bond, perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia, Jong Indonesia, serta organisasi kedaraehan lainnya yang masih bersifat lokal.

Sejarah perubahan sosial bangsa ini memang tidak bisa di lepaskan dari peran kaum muda. Dapat dilihat dari kebangkitan pertama pada tahun 1908 dengan berdirinya budi otomo. Para pemuda pada saat itu memiliki semangat yang tinggi bahwa gerakan untuk melepaskan diri dari penjajahan harus melalui cara yang terorganisir yang bebas dari berbagai perbedaan wilayah, suku, ras dan agama. Semangat tersebut terwujud kemudian dalam satu ikrar sumpah pemuda untuk bersatu menjadi ‘Indonesia’ dalam rapat pemuda pada tahun 1928.

Peran pemuda kembali juga dapat dilihat dari gagasan dan kreatornya dalam mengimplentasikan sumpah pemuda pada proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan adanya proklamasi telah resmi memiliki kedaulatan sendiri dan bangsa Indonesia yang dulunya terpecah-pecah dalam suatu batas wilayah kerajaan kini menjadi kesatuan dalam satu pemerintahan Republik Indonesia.

Pemuda kembali menorehkan sejarah dalam perjalanan bangsa ini ketika terjadi krisis politik di tahun 1966, maka pemuda bangkit melakukan perlawanan. Para aktivis organisasi kemahasiswaan, seperti GMNI, PMII, HMI, PMKRI, GMKI dan segenap elemen mahasiswa melakukan tiga tuntutan rakyat (Tritura). Tritura ini menjadi salah satu power pressure peralihan masa dari orde lama menjadi orde baru.

Kekuasaan Orde Baru yang tiran kembali mengundang gerakan pemuda/mahasiswa melakukan gerakan turun kejalan atau demonstrasi besar-besaran yang memaksa kekuasaan orde baru ditangan Suharto harus berakhir pada tahun 1998. Dengan tumbangnya orde baru maka di mulailah era reformasi sampai sekarang ini. Dari gerakan inilah kembali dapat di buktikan bahwa perubahan sosial dapat dilakukan dari kelompok pemuda atau mahasiswa.

Dari kilasan sejarah diatas, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa peran pemuda terhadap perubahan bangsa ini sangatlah besar. Pemuda masih menjadi ujung tombak sebagai agen pembaharu, kontrol sosial serta idealisasi gagasan kebangsaan perjalanan bangsa ini. Dalam konteks kekinian ketiga peran tersebut harus ditanamkan pada diri setiap pemuda Indonesia dalam mengisi kemerdekaan dan proses demokratisasi bangsa ini menuju tujuan negara yaitu masyarakat adil dan makmur..

Kedepan nasib bangsa ini kembali akan ditentukan oleh kaum muda, benarkah para pemuda bangsa ini masih mengambil peran tersebut atau sebaliknya pemuda bangsa ini telah kehilangan identitasnya dan malahan menjadi batu kerikil dari laju perubahan. Persoalan bangsa dari warisan orde baru semakin hari semakin rumit. Cita-cita proklamasi kemerdekaan yang adil, makmur dan sejahtera masih jauh dari harapan, krisis multidimensi yang menghinggapi bangsa ini tidak kunjung usai, mulai dari krisis kepercayaan, krisis moral, krisis kemanuasian sampai pada krisis politik.

Peran Pemuda

Salasatu tujuan dari adanya sumpah pemuda adalah adanya semangat untuk bersatu dalam suatu kedaulatan NKRI. Hal tersebut diwujudkan dalam proklamasi kemerdekaan dengan tujuan utama selain terbebas dari penjajaan juga adalah keinginan untuk bersama menikmati kemerdekaan ini secara adil, makmur dan sejahtera. Akan tetapi jika secara faktual tujuan tersebut masih jauh dari harapan maka di butuhkan sebuah power pressure untuk mengarahkan kembali atau mungkin mempercepat tercapainya tujuan tersebut.

Dalam konteks bangsa yang memiliki krisis multidimensi atau atau boleh dikatakan sekarat saat ini, maka peran pemuda sangat diharapkan selain karena kekuatannya yang dibuktikan dalam sejarah maupun intelektual yang dimiliki juga karena pemuda memiliki semangat idealitas yang tinggi. Paling tidak terdapat dua catatan penulis terkait peran pemuda saat ini pertama mempersiapkan diri untuk mengisi kemerdekaan. Hal yang perlu dilakukan adalah membekali diri ilmu pengetahuan dan teknologi serta tata moral yang baik, agar dapat menjawab persoalan-persoalan masyarakat sesuai dengan profesi yang dimiliki nantinya.

Masyarakat sudah terlalu lama merindukan sesorang yang dapat membantu menjawab permasalahan sosial yang terjadi selama ini. Sudah cukup bangsa ini dipertontongkan sosok pemuda yang menjadi tokoh perubahan pada zamannya, tetapi saat diberikan kewenangan strategis justru melakukan pembodohan terhadap masyarakat. Jangan sampai juga pemuda nantinya ketika terjadi regenerasi atau dengan kata lain menjadi kaum tua barulah sibuk untuk belajar dan mempersiapkan diri misalnya belajar etika, belajar tata berbusana, belajar memimpin rapat, dan lain-lain yang seharusnya sudah muncul dalam diri individu..

Kedua, pemuda harus merevitalisasi perannya menjadi sosial kontrol, agen perubahan serta sumber gagasan ideal bagi bangsa ini. Hadirnya pemuda yang intelektual dan idealis diharapkan dapat menjadi penggerak lajunya perubahan sosial kearah yang lebih baik. Paling tidak pada saat ini dapat mengingatkan para pengambil kebijakan bahwa masih banyak ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi. Penyampaian gagasan-gagasan yang ideal tersebut menjadi kritik yang harus dinilai konstruktif dalam perbaikan bangsa ini kedepan.

Sebahagian masyarakat memang menilai peran tersebut identik dengan demonstrasi atau unjuk rasa. Akan tetapi ini hanyalah suatu hal yang perspektif dan merupakan salahsatu tindakan strategis. mungkin saja para wakil-wakil rakyat sekarang ini sedang sibuk jalan-jalan studi banding sehingga lupa rakyatnya, dan oleh karenanya suara rakyat harus disampaikan dengan turun kejalan atau demonstrasi. Begitupula pula para pengambil kebijakan negeri ini alpa dan mungkin tertidur sehingga harus dibangunkan dengan suara-suara yang keras dengan menggunakan mikropon. Dibalik semua itu hal yang paling perlu dilihat lebih jauh adalah masih adanya semangat pemuda-pemuda tersebut yang senantiasa gelisah melihat fenomena sosial yang terjadi di sekitarnya.

Semua juga perlu mengingatkan pemuda agar dalam melakukan kontrol sosial dalam bentuk demontstrasi agar dapat terkontrol dan terkawal dengan baik sehingga tidak menimbulkan persepsi negatif di mata masyarakat umum. Oleh sebab itu strategi yang dilakukan selama ini juga perlu dilakukan evaluasi khususnya dalam mengkondisikan dengan era demokrasi sekarang ini. Salahsatu strategi misalnya adalah gerakan moral struktural. Pemuda harus melakukan pemanfaatan ruang – ruang struktur untuk melakukan desakan atau masukan terhadap sebuah kebijakan. Beberapa poin – poin dalam peraturan negara telah memberikan ruang – ruang untuk itu. Seperti pembentukan beberapa komisi Negara yang dapat dijadikan mitra untuk memperjuangkan hak – hak rakyat.

Oleh karena itu semangat sumpah pemuda harus kembali diaktualisasikan dalam menghadapi tatanan sosial bangsa ini yang semakin hari semakin rapuh. Pemuda harus kembali bersatu menyatukan tekad dalam satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa untuk kembali mengambil perannya sebagai pemuda yang intelek, idealis serta memiliki keberanian untuk bertindak dalam kebenaran. Perubahan sosial adalah sebuah keniscayaan dan sejarah membuktikan bahwa pemuda selalu ada menjadi kreator dan inspirator dalam setiap perubahan sosial tersebut.

PEMILUKADA DAN PENGUATAN DEMOKRASI LOKAL

(Catatan menyambut PEMILUKADA 2010 di SULTENG)

Oleh : AKMAL NUR*

Lahirnya Undang – Undang Otonomi Daerah telah membawa harapan bagi bangsa Indonesia tentang sistem kekuasaan yang dulunya sangat terpusat atau sentralisasi menuju desentralisasi. Pelaksanaan Otonomi Daerah telah menjadi konsumsi disetiap daerah dalam mendorong lahirnya sebuah sistem demokrasi yang belakangan dikenal dengan demokrasi lokal. Berbagai tindakan real dapat kita lihat dari otonomnya pelaksanaan pemerintahan. Seperti pemekaran daerah, pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung (PEMILUKADA) dan lain-lain. Hal-hal tersebut paling tidak telah membawa masyarakat pada sebuah pembelajaran politik dalam berdemokrasi,

Akan tetapi pelaksanaan tersebut sekaligus juga menimbulkan efek-efek sosial yang tidak diinginkan. Seperti kekerasan politik yang berujung pada anarkisme sosial. Ini disebabkan karena kesiapan masyarakat Indonesia akan demokrasi masih dalam tahapan pembelajaran.

Secara sederhana demokrasi dalam politik dapat dimaknai sebagai sebuah sistem politik yang menghadirkan sebuah keputusan dari proses akumulasi perebutan kepentingan politik dalam masyarakat. Adapun efek demokrasi itu telah mewarnai pertarungan politik ditingkat lokal dan melahirkan desentralisasi politik. Sehingga pertarungan kepentingan dalam aras lokal dapat terjadi sewaktu-waktu yang dapat menimbulkan prilaku-prilaku kontradiksi sosial. Secara riil dapat dilihat dalam berbagai kasus-kasus konflik dan kekerasan pada tingkat lapisan masyarakat.

Berbagai kasus kemudian muncul dalam pelaksanaan demokrasi lokal ini, kasus pemekaran daerah diberbagai tempat yang melahirkan konflik sosial atau kerusuhan massa. Belum lagi perselisihan antara pendukung calon pemerintah daerah dalam PEMILUKADA terjadi diberbagai penjuru tanah air. Kesemuanya itu telah mewarnai pelaksanaan demokrasi lokal yang telah berlangsung di Negara ini.

Efek tersebut menimbulkan dua persepsi yang kontradiktif. Pertama kasus tersebut dilihat dari persepsi epistimologi (metodelogi), penilaian ini masuk sebagai kategori kewajaran. Mengingat masyarakat masih dalam tahapan pembelajaran berdemokrasi. Hal tersebut dilihat sebagai sebuah realitas masyarakat dalam tahapan meraba-raba demokrasi, yang selama ini tersimpan dalam kungkungan otoriterian orde baru. Dan persepsi yang kedua dilihat dari konteks aksiologi (morality) menganggap hal ini sebagai suatu hal yang tidak wajar karena yang selalu menjadi korban dari penegakan demokrasi adalah rakyat dan yang diuntungkan adalah elit-elit politik lokal.

Oleh sebab itu dalam mencermati hal tersebut paling tidak harus melihat apa sebenarnya harapan dan kenyataan dari pelaksanaan demokrasi lokal. Sehingga dalam memandang persolan tersebut kita tidak terjebak pada pemihakan terhadap kedua persepsi yang ada.


Harapan dan kenyataan

Pelaksanaan demokrasi lokal diharapkan pertama dapat menjadi harapan rakyat dalam memajukan daerahnya masing-masing dengan segala potensi kemandirian. Sehingga tidak ada lagi kecemburuan sosial yang selama ini terjadi di zaman pra reformasi. Dimana pembangunan tidak merata diseluruh penjuru tanah air. Terdapat daerah yang kaya sumberdaya alam akan tetapi memiliki penduduk yang tidak berkembang, begitupula sebaliknya. Dengan adanya peluang pelaksanaan demokrasi lokal akan lahir kebijakan otonomi yang dapat mengatasi itu semua.

Kedua, dengan penguatan demokrasi lokal diharapkan dapat menjadi pertahanan kedua terhadap hegemoni pihak asing dalam melakukan infasi ekonomi dan budaya. Kuatnya pengaruh asing dalam konteks sekarang ini mengharuskan kekuatan struktur kenegaraan dalam posisi yang lebih kuat mulai dari pusat sampai daerah-daerah. Hadirnya pemerintah daerah yang otonom dalam mengurusi daerahnya, mempunyai peluang yang sangat besar dalam menentukan kebijakan yang dapat membentengi infasi bangsa asing. Melalui kebijakan perekonomian misalnya dapat diatur dalam peraturan daerah (PERDA) yang dapat menguntungkan rakyat secara umum.

Ketiga Dengan penguatan demokrasi lokal diharapkan peluang akan kesadaran politik masyarakat semakin besar. Dimana akses-akses untuk menyampaikan aspirasi politik semakin jelas. Hal ini berbeda pada zaman sebelum otonomi dimana daerah tidak terlalu banyak merealisasikan keinginan masyarakat karena harus mendapat persetujuan dari pemerintah pusat.

Keempat pelaksanaan demokrasi lokal diharapkan mampu melahirkan pemimimpin daerah yang memiliki legitimasi politik masyarakat yang kuat dengan adanya pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung (PEMILUKADA). Dengan adanya legetimasi tersebut, pemerintah dapat lebih percaya diri dalam memajukan daerahnya.

Dibalik harapan-harapan tersebut, Implementasi demokrasi lokal juga tidaklah sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan, justru diberbagai daerah dampak tatanan sosial masyarakat semakin memburuk yang selama ini hidup secara damai dan tentram. Salah satu contoh adalah pelaksanaan PEMILUKADA. Beberapa daerah di Indonesia dalam menyelenggarakan PEMILUKADA diwarnai konflik dari pihak pendukung actor politik, baik sebelum maupun sesudah pelaksanaannya. Menyalahkan masyarakat yang melakukan aksi konflik tersebut bukanlah hal yang sepenuhnya benar, karena sekali lagi aksi yang dilakukan masyarakat terjadi karena ketidaktahuannya terhadap apa yang mereka lakukan,

Salah satu fakta lagi yang dapat kita saksikan dari besarnya dampak pelaksanaan demokrasi local di beberapa daerah adalah tidak adanya perubahan mendasar terhadap kehidupan masyarakat sehingga pelaksanaan PEMILUKADA hanyalah seremonial belaka. Beberapa daerah yang telah melaksanakan salahsatu pesta demokrasi (PEMILUKADA), serta menerapkan konsep otonomi daerah secara prosedural justru merasakan kondisi yang sama dengan sebelum pelaksanaan tersebut, bahkan sebahagian daerah memiliki kondisi yang lebih buruk, hal ini sungguh bertentangan dengan tujuan demokrasi itu sendiri yang ingin memberikan keamanan, kesejahteraan dan keadilan kepada masyarakat.

Kenyataan tersebut hanyalah pelajaran terhadap masyarakat bahwa masih ada yang kurang dan harus di perbaiki dari pelaksanaan demokrasi lokal terkhusus lagi pelaksanaan PEMILUKADA. Semoga dengan berbagai kekurangan dari pelaksanaan PEMILUKADA sebelumnya dapat di perbaiki pada pelaksanaan selanjutnya.

Terhitung beberapa bulan lagi beberapa daerah kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Tengah akan melaksanakan PEMILUKADA. Pesta demokrasi tersebut merupakan wujud implementasi demokrasi lokal. Kita sangat berharap bahwa pelaksanaan tersebut jauh dari berbagai masalah – masalah yang dapat menimbulkan konflik di tengah – tengah masyarakat dan membawa perubahan yang lebih maju lagi pada kehidupan sosial masyarakat. Masyarakat tidak pernah peduli siapa yang akan nantinya menjadi pemimpin daerah, tetapi siapapun yang terpilih dapat membawa perubahan bagi kesejahteraan mayarakat.

Oleh sebab itu pelajaran terhadap masalah PEMILUKADA di daerah lain dapat di jadikan acuan dalam mengidentifikasi peluang munculnya masalah sehingga problem tersebut dapat diselesaikan sebelum PEMILUKADA di laksanakan. Oleh sebab itu dibutuhkan kesadaran semua pihak untuk melaksanakan PEMILUKADA dengan jujur dan adil.

MENUJU VOTING-DAY YANG DAMAI

Terhitumg beberapa bulan lagi kota Palu akan menyelenggarkan pemilhan kepala daerah secara langsung (PEMILUKADA). Berbagai kemeriahan pesta demokrasi lokal sudah mulai terasa di berbagai daerah di kota Palu. Baik itu di jantung perkotaan sampai di pinggiran kota dan pedesaan. Beberapa gambaran para aktor politik tersenyum di berbagai sudut jalan sebagai simbol keramahan dan kesiapan untuk bersaing menduduki posisi kepala daerah secara adil dan damai.

Walaupun sebagai ibukota propinsi di Sulawesi Tengah, Kota palu harus belajar juga pada daerah lain seperti Kabupaten Poso yang sukses melaksanakan Pemilukada. Karena bukan sebuah jaminan bahwa kedekatan dengan birokrasi propinsi dan ketersediaan pihak keamanan dapat menhindarkan kekacauan dan kerusuhan dalam Pemilukada. Akan tetapi yang lebih penting adalah kesiapan para penyelenggara, aktor politik, dan masyarakat pendukung untuk menyukseskan pesta demokrasi ini secara aman dan damai.

Sudah terlalu banyak gambaran ketidakpatutan langkah pelaksanaan Pemilukada yang melahirkan berbagai konflik dan kerusuhan. Belum hilang dalam ingatan masyarakat Sulteng terhadap kerusuhan yang terjadi di Kabupaten Toli-toli. Begitu juga fenomena yang terjadi di luar sulteng. Seperti…………….Semua itu menjadi gambaran untuk diambil hikmah dan pelajaran dalam melaksanakan Pemilukada yang damai di Kota Palu.

Dalam menyelenggarakan Pemilukada damai, terdapat banyak aspek yang perlu diamati mulai dari persiapan, penyelenggaraan pemungutan suara, sampai pada rekapitalasi dan penetapan. Semua Prosesi tersebut harus dilaksanakan secara benar adil dan lebih terbuka (Transparan). Sebagaimana di ketahui bahwa kebanyakan efek negative pelaksanaan Pemilukada terjadi karena prosesnya yang di nilai tidak benar dan tidak adil.

Mengidentifikasi sejak dini problem yang memicu kekacauan dalam Pemilukada harus segera dilakukan.Mulai dari penyempurnaan daftar pemilih tetap oleh KPUD maupun pengawasan terhadap isu-isu yang mengarah pada black campaign oleh panwaslu dan kesiapan pengamanan dan menyelesaikan konflik yang mengarah pada kerusuhan.

Dalam waktu persiapan sekarang ini, sosialisasi diri para calon dan kampanye harusnya di iringi pembelajaran politik kepada masyarakat. Partai politik sebagai media, tidak hanya melakukan kampanye semata tetapi juga memperlihatkan proses kampanye yang benar, santun dan damai. Oleh karenanya tekanan, paksaan, intimidasi, kampanye hitam, politik uang dan sebagainya harus dihilangkan.

PEMILUKADA Damai.

Dengan belajar dari pelaksanaan berbagai pesta demokrasi, masyarakat Kota Palu akan semakin dewasa dalam bersikap menentukan pilihan politiknya. Begitupula menanggapi berbagai persoalan yang muncul dalam pelaksanaan tersebut, kalaupun ada maka harus di selesaikan secara musyawarah, dan ketika tidak ditemukan solusi, maka biarkanlah proses hukum yang berjalan. Dengan bersikap lebih bijak dalam proses pelaksanaan Pemilukada maka sudah dapat dipastikan pelaksanaan Pemilukada akan berjalan dengan damai.

Paling tidak terdapat beberapa catatan penulis untuk menghindarkan Pemilukada Kota Palu dari konflik. Pertama, melaksanakan Pemilukada Kota Palu yang diilhami nilai – nilai budaya saling memanusiakan dan menghormati di tengah – tengah masyarakat. Semoga dengan kesadaran bersama bahwa tatanan sosial yang aman dan tentram lebih penting ketimbang seremonial pelaksanaan Pemilukada, sehingga dapat menhindarkan masyarakat Kota palu dari konflik. Sebagaimana di ketahui bahwa Kota Palu adalah masyarakat mejemuk yang menjunjung tinggi keberagaman Suku, Agama dan Ras.

Kedua, kesiapan para aktor politik untuk menerima apapun hasil Pemilukada. Hal ini diharapkan berdampak pada kesadaran calon untuk memenangkan Pemilukada sacara benar dan tidak menghalalkan segala cara termasuk dengan melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang - Undang. Sebagai warga Kota Palu yang menjunjung sportifitas harus berbesar hati untuk menerima kemenangan maupun kekalahan.

Ketiga Mengoptimalkan fungsi Panwaslu dalam melakukan pengawasan terhadap kekurangan-kekurangan yang ada maupun KPUD dalam melaksanakan tugasnya secara professional, yang mencakup tertib kerja dan tertib administrasi. Jangan hanya saling menggertak di media. Kalau ada kekurangan agar secepatnya di respon agar dapat di perbaiki secepatnya.

Dan keempat Dibutuhkan peran serta tokoh masyarakat untuk mengingatkan semua elemen masyarakat di lingkungannya untuk tidak menjadikan prosesi Pemilukada sebagai potensi lahirnya konflik horisontal walaupun didaerah tersebut terdapat perbedaan dukungan terhadap calon.

Semoga saja Pemilukada Kota Palu menjadi salah satu indikator pelaksanaan demokrasi lokal ditanah air yang berjalan dengan sukses. Kita tidak mengharapakan pelaksanaan demokrasi tercederai oleh sikap simaptisan dan team sukses para calon yang melakukan hal – hal yang tidak benar dalam memenamgkan calonnya masing – masing. Sudah terlalu banyak pelajaran berharga didaerah lain yang melaksanakan Pemilukada dan tidak lepas dari konflik antar pendukung. Semoga juga Pemilukada Kota Palu dapat membawa masyarakat pada cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur.

MEMBANGUN EKONOMI PRO-RAKYAT

(Sebuah catatan menuju PILPRES 2009)

Oleh : AKMAL NUR*

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tatanan kehidupan masyarakat dewasa ini adalah kondisi ekonomi. Pergeseran pengaruh yang signifikan terhadap tata sosial dari politik ke ekonomi menjadi indicator kehidupan modern. Namun seperti apa konsep ekonomi yang ideal dalam konteks sekarang ini masih menjadi perdebatan oleh para ekonom. Perdebatan tentang hal tersebut sangat di pengaruhi oleh idiologi apa yang menjadi dasar dalam melihat kondisi sosial. Secara umum dapat kita melihat bagaimana peran idiologi sosialis dalam membentuk ekonomi liberal yang kemudian bermetamorfosis menjadi ekonomi global. Kedua konsep inilah yang menjadi wacana dominan dalam berusaha menghegomoni Negara – Negara berkembang dengan dukungan structural dari bangsa yang mengusungnya. Paham pertama di di dapatkan dari Negara unisoviet dan kedua dari USA. Keruntuhan unisoveit menjadi petanda munculnya konsep sistem ekonomi liberal enjadi satu – satunya sistem yang dominan dewasa ini walaupun konsep alternative lain tetap muncul sebagai perlawanan terhadap hegomoni tersebut.

Ekonomi global menjadi trend dewasa ini di praktekkan oleh sebahagian besar Negara di dunia yang menganut faham kapitalisme termasuk indonesia. Salah satu indikator akan hal tersebut dapat dilihat dari ikluknya sebuah Negara dalam sebuah tatanan global dimana sistem perekonomian satu mempengaruhi perekonomian yang lain. Terdapat bebagai ciri sistem tersebut berjalan. Pertama hilangnya batas – batas Negara dalam hal perekonomian seperti kebebasan mendirikan perusahaan pada sebuah Negara dan perdagangan bebas. Sehingga hal tersebut mengharuskan adanya proses globalisasi. Dan kedua menghilangkan peran Negara dalam perekonomian seperti penghapusan pajak impor dan penghapusan harga standar pembelian pemerintah, sehingga hal tersebut mengharuskan adanya swastanisasi dan privatisasi aset – aset Negara.

Di Indonesia sendiri kita dapat mengidentifikasi dari pola kebijakan – kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi yang terlalu memihak pada kepentingan modal ketimbang kepada rakyat. Penghapusan subsidi BBM, pupuk, dan sektor pendidikan dan kesehatan, privatisasi air, swastanisasi asset Negara seperti Indosat, pengurangan beacukai barang impor serta perundan – undangan penanaman modal yang semuanya tidak satupun berpihak kepada rakyat tetapi memenuhi kepentingan pemodal. Dari fakta – fakta tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Indonesia dalam konteks dewasa ini telah mengadopsi sistem ekonomi liberal atau ekonomi kapitalis. Dimana kebijakan ekonomi sangat ditentukan oleh perkembangan pasar.

Sebenarnya sistem ekonomi global ini hanya dikendalikan oleh beberapa perusahaan seperti transnasional corporation dan multinational corporation. Seperti perusahaan cocacola ,CFC, MCdonal dan perusahan tambang minyak seperti exon mobil, sheel dan lain - lain yang ada di Indonesia. Perusahaan inilah yang menguasai perekonomian di seluruh dunia, Negara – Negara yang tergabung dalam corporasi tersebut biasa dinamakan Negara G8 dan A5, dalam penguasaannya terhadap ekonomi suatu Negara di lakukan dengan membentuk organisasi perekonomian seperti IMF dan Wordbank. Mekanisme kerja yang mereka lakukan adalah dengan memberikan pinjaman terhadap suatu Negara – Negara berkembang untuk pembangunan Negara tersebut dan sebagai dana pemulihan krisis ekonomi. Akan tetapi pinjaman tersebut di sertai dengan syarat seperti penyerahan peran Negara dalam hal perekonomian pada mekanisme pasar atau pasar bebas serta perjanjian lain yang mengharuskan berlakunya sistem ekonomi global pada Negara tersebut, agenda inilah yang biasa di sebut dengan agenda neoliberalisme.

Jeratan sistem ekonomi liberal yang dipraktekkan Indonesia yang berkedok ekonomi pancasila telah terbukti tidak dapat memberikan arti apa – apa pada kesejahteraan rakyat, melonjaknya angka kemiskinan dan pengangguran menjadi indicator jelas akan hal tersebut. Namun sistem tersebut tetap menjerat bangsa ini karna secara subtansial menguntungkan sebahagian elit – elit politik dinegeri ini. Kondisi inilah menjadi gambaran betapa rumitnya kita keluar dari sistem yang buruk ini dan harapan akan kesejahteraan rakyat semakin jauh.

Berbagai kondisi diatas telah memunculkan kritik terhadap sistem perekonomian yang berjalan sehingga tuntutan akan sistem yang dapat menyentuh kesejahteraan rakyat menjadi wacana yang sering di perbincangkan apalagi menjelang PILPRES 2009. Semua kandidat calon sudah menawarkan janji politiknya untuk membangun system ekonomi yang lebih memihak pada rakyat. Berbagai kampanye negative tentang siapa sebenarnya yang menganut ekonomi liberal turut mewarnai kampanye kali ini. Terlepas daripada itu penulis hanya memberikan gambaran betapa sistem ekonomi alternative yang pro kepada rakyat harus diterapkan.

Secara umum terdapat beberapa poin yang menjadi indicator-indikator sebuah system ekonomi yang memihak pada rakyat pertama pemberdayaan UKM ( usaha kecil menegah), agenda ini diharapkan dapat menjadi solusi atas tertinggalnya usaha kecil menegah dalam persaingan yang tidak sehat. Adapun teknisnya dapat dilakukan dengan pemberian tambahan modal, perlindungan mereka dari persaingan dengan pengurangan impor barang dan lain – lain. Kedua melakukan demokratisasi modal material, intelektual dan institusional. Pemerataan kebijakan di bidang ekonomi sangat diharapkan, kesamaan akses seluruh rakyat dalam melakukan kreatifitas dalam memenuhi tuntutan kehidupannya serta peluang – peluang untuk mengembangan potensinya di berbagai bidang harus terwadahi, sehingga tidak ada lagi diskriminasi antara satu dengan yang lainnya. Ketiga pemberantasan KKN sampai ke akar – akarnya. Keempat penguatan organ – organ rakyat seperti serikat tani dan buruh yang dapat menjadih wadah bagi mereka dalam menyampaikan aspirasinya, kelima subsidi pemerintah kepada sektor umum dan masih banyak lagi yang lain yang menjadi indikator akan sistem ekonomi tersebut.

Dengan diimplementasikannya agenda tersebut diharapkan menjadi solusi alternative terhadap kondisi ekonomi yang carut marut, dimana secara makro mengalami pertumbuhan tetapi secara mikro mengalami penurunan. Oleh sebab itu peran Negara untuk mengambil sikap yang jelas dan tegas dalam kebijakan ekonomi untuk keluar dari parangkap para penajajah ekonomi menjadi langkah pertama yang harus diambil. Kita mengharapkan pemilihan presiden kali ini menjadi titik awal untuk membangkitkan perekonomian Indonesia, baik itu secara makro maupun mikro. Semoga saja apa yang menjadi janji calon presiden untuk mengembalikan fungsi perekonomian kembali diperuntukkan untuk rakyat dapat terwujud. Siapapun yang terpilih nantinya dapat memberanikan diri untuk kembali mengambil peran sebagai pelindung ekonomi masyarakat dari terpaan ekonomi global, melalui kebijakan – kebijakannya. Semoga….

BENCANA ALAM DAN KRISIS KESADARAN LINGKUNGAN

Oleh : Akmal nur

Gempa bumi kembali terjadi di Negara kita, pulahan korban jiwapun mulai berjatuhan, rumah-rumah kembali roboh dan jutaan bahkan milyaran taksiran kerugian terjadi. Gempa yang mengguncam tanah Jawa beberapa waktu lalu merupakan bencana yang kesekian kalinya terjadi di negeri ini. Penderitaan rakyat korban gempa seakan menjadi tontonan menyedihkan di setiap pemberitaan media. Kini muncul pertanyaan, apakah kita sudah banyak mengambil hikmah dari setiap bencana yang melanda negeri ini. Mulai dari cara mencegahnya sampai pada cara mengatasinya.

Maraknya berbagai bencana alam yang melanda negeri ini juga turut menyumbangkan sumber inspirasi untuk kembali merenungkan apa yang telah kita perbuat diatas bumi ini sehigga alam tidak lagi bersahabat dengan kita. Sederet peristiwa dan musibah yang terjadi dinegeri ini mulai dari bencana tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor serta bencana alam lainnya turut mewarnai perjalanan bangsa ini.

Akan tetapi bukan hanya peristiwa alam seperti yang terlihat sekarang menjadi tanda akan sebuah kehancuran bumi ini, tetapi prediksi akan bencana yang akan dating lebih besar turut menghantui para ilmuan dan kita semua tentang sebuah perubahan. Dan mungkin kita sendiri yang mempercepat menjadi lebih buruk di masa yang akan datang. Mencairnya gunung – gunung es yang mengakibatkan air laut merambah kedaratan, pergantian musim yang tidak teratur membuat para petani kegagalan panen, dan tingginya suhu udara yang tidak seperti biasanya menjadikan penduduk bumi semakin tidak nyaman.

Bebarapa tahun yang lalu keprihatinan global akan kondisi alam datang dari berbagai pihak termasuk dari pihak yang selama ini banyak mengeksploitasi lingkungan seiring dengan munculnya kesadaran bersama terhadap masa depan keberlangsungan manusia di muka bumi ini. Akan tetapi wacana tersebut hanyalah sebuah aksi insedental yang sekarang arah tindak lanjutnya menjadi kabur. Apa yang menjadi kesepakatan dunia untuk tidak memperparah pemanasan global seakan tidak terlaksana dengan baik. Lihat saja beberapa pabrik penyumbang polusi terbesar di dunia belum memikirkan cara mengganti bahan bakarnya dan sampai sekarang masih beroperasi.

Krisis kesadaran lingkungan

Kondisi Alam sekarang ini, sadar atau tidak telah banyak di pengaruhi oleh ideologi dan pola tingkah laku masyarakat. Perubahan pola dari hidup yang dianggap tradisional menjadi lebih modern yang di dukung oleh kemenangan ideologi kapitalisme dan melahirkan revolusi industri, turut menyumbangkan peralihan tingkah laku masyarakat dalam memandang alam yang dulunya sebagai mitra yang harus dijaga dan dilestarikan menjadi objek yang perlu di eksploitasi dan di hancurkan demi mendapatkan keuntungan yang sebesar – besarnya. Masyarakat telah melihat alam sebagai sebuah potensi yang bukan hanya untuk digunakan memenuhi kebutuhan manusia tetapi untuk memenuhi keinginan – keinginan manusia.

Pola hidup yang konsumeris dan hedonis yang lahir dari buah kapitalisme membuat masyarakat buta akan kelestarian lingkungan. Kita malah bangga membuang limbah sembarangan, mengeluarkan polusi kendaraan kita di udara, dan membuang racun di laut. Bukan hanya kita secara individu tetapi secara massal bersama – sama membangun pabrik – pabrik untuk meratakan gunung, membabat hutan dan mengeruk hasil laut secara berlebihan, semua itu kita lakukan tidak lain hanya untuk bersenang – senang di muka bumi ini

Berbagai pengrusakan lingkungan terjadi diberbagai belahan dunia ini termasuk indonesia, berbagai pembalakan hutan dan eksploitasi gunung menjadi tontonan kita sehari – hari. Sejumlah aturan tentang pelestarian lingkungan seakan – akan hanya menjadi perhatian untuk diperdebatkan dalam pembuatannya di meja dewan tapi tiba pada tahap pelaksanaan, semuanya diabaikan begitu saja.

Mungkin sudah saatnya kita sadar diri untuk menjadi penyelamat, yang bukan hanya kesadaran individu akan tetapi kesadaran yang muncul secara bersama untuk meninggalkan cara pandang kita yang serakah terhadap alam ini.Sudah saatnya kita menghentikan berbagai pengrusakan-pengrusakan lingkungan dengan melakukan pengrusakan hutan, penambangan-penambangan hasil bumi yang dapat mengancam ekosistem serta berbagai aktifitas kita yang dapat mengancam kelanjutan hidup manusia.

Oleh sebab itu, kiranya berbagai fenomena alam dan bencana alam yang melanda ummat manusia dewasa ini seharusnya ditanggapi, pertama sebagai kutukan dari alam atas akibat tingkah laku manusia yang serakah dalam memanfaatkan lingkungannnya. Kedua perlu adanya gerakan sosial masyarakat dalam mempertahankan kelestarian lingkungannya dari pengrusakan antek – antek kapitalisme. Ketiga perubahan secara radikal pola hidup masyarakat yang cendrum eksploitatif dan konsumeris dengan berbagai system kebijakan dan regulasi pemerintah. Jangan sampai kita semua menyatakan sadar dan pencinta lingkungan padahal tindakan kita adalah sebaliknya.

Selasa, 27 Desember 2011

KEMBALIKAN FUNGSI EVALUASI GURU

Ujian Nasional (UN) kembali akan digelar pada pertengahan bulan maret nanti, Walaupun pelaksanaannya menuai kecaman dan kritik dari berbagai elemen, baik orang tua siswa, pemerhati dan pengamat dan juga dari sebahagian guru sendiri. Keberadaan UN bukan hanya pada saat ini menjadi perdebatan, tetapi sejak dilaksanakannya selalu menimbulkan kontroversi. Salahsatu hal yang menjadi sorotan selain dari UN dinilai tidak adil dalam pelaksanaannya juga karena UN adalah bentuk ketidakpercayaan pemerintah terhadap guru dalam melakukan evaluasi peserta didiknya, atau dengan katalain pemerintah telah mengambil alih tugas dan fungsi seorang guru dalam hal evaluasi.
Evaluasi mau tidak mau menjadi hal yang penting dan sangat di butuhkan dalam proses belajar mengajar, karena evaluasi dapat mengukur seberapa jauh kebehasilan anak didik dalam menyerap materi yang di ajarkan, dengan evaluasi, maju dan mundurnya kualitas pendidikan dapat di ketahui, dan dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah lebih baik kedepan. Begitu pentingnya evaluasi sehingga bukan hanya menjadi tanggunjawab satupihak dalam hal ini pemerintah tetapi menjadi tanggunjawab semua pihak termasuk orang yang paling dekat dengan peserta didik dalam hal ini guru. Sehingga kesimpulan atau keputusan terhadap evaluasi tersebut tidaklah diputuskan secara sepihak seperti dalam hal ini Ujian Nasional yang dijadikan satu-satunya ukuran kelulusan siswa.
Pelibatan guru dalam menentukan kelulusan siswa harusnya menjadi perhatian, karena selain termuat dalam Undang-undang juga secara logis guru yang selama ini mengetahui perkembangan siswa. Dalam UU NO 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 ayat 1 misalnya dijelaskan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Petikan kalimat tersebut merupakan penjelasan dimana sebenarnya posisi dan peran guru dalam dunia pendidikan hari ini. Hal ini juga telah dijelaskan dalam UU NO 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Salahsatu yang jelas bahwa guru memiliki tugas utama mengevaluasi peserta didiknya, alasannya cukup logis bahwa gurulah yang mengetahui bagaimana perkembangan peserta didiknya mulai dari awal sampai lulus nantinya. Oleh sebab itu sudah seharusnya fungsi evaluasi dikembalikan pada guru termasuk ujian akhir. Jangan hanya fungsi evaluasi itu di berikan pada saat tes kompetensi kenaikan kelas dan lain - lain tetapi juga evaluasi penentuan standar dan kelulusan di berikan kepada guru.
Memang perlu melakukan standarisasi secara nasional untuk mengukur secara kualitatif mutu dan keberhasilan pendidikan kita tetapi bukan berarti harus mengorbankan peserta didik dengan mengukur keberhasilan dengan instrument yang sama pada ketidaksamaan fasilitas dan pelayanan yang didapatkan. Sehingga dibutuhkan konsep yang lebih bagus dalam pelaksanaan UN dan tidak menghilangkan hak –hak siswa dan hak guru untuk menentukan kelulusan siswanya.
Dalam konteks pendidikan kedepan, sudah seharusnya pemerintah tidak perlu mengambil alih peran pendidik dengan menetapkan standar pendidikan sebab pemerintah tidak berhubungan langsung dengan peserta didik. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan sistem pendidikan yang efektif, adil dan merata, serta dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.

Oleh sebab itu terdapat beberapa catatan penulis terkait dengan tugas pemerintah tersebut. Pertama, pemerataan sarana dan prasarana pendidikan. Tidak dapat di sangkal bahwa masih banyak kesenjangan fasilitas sarana dan prasarana pendidikan di sekolah baik itu kategori sekolah perkotaan dan pedesaan maupun sekolah unggulan yang dikenal SBI (sekolah bertaraf internasional) dan sekolah non unggulan. Belum lagi diperparah dengan tidak meratanya tenaga pendidik di berbagai sekolah ditanah air. Terdapat sekolah yang kelebihan guru dan juga terdapat sekolah yang minim gurunya. Alangkah tidak fear-nya pemerintah melakukan standarisasi kelulusan nasional dengan kenyataan fasilitas yang timpang.
Kedua, perubahan sistem pendidikan dari sentralis menjadi otonomi sekolah. Hal ini diharapkan dapat memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk menentukan sendiri kebijakan baik itu system menejemen, kelulusan siswa maupun kurikulum sesuai dengan kondisi kelokalan yang ada dengan mempertimbangkan situasi secara global. Ketiga, Pengawasan terhadap mafia pendidikan yang lebih baik. Tidak dapat disangkal beberapa kasus penyelewengan kewenangan terkait dengan jabatan di dunia pendidikan juga sering terjadi mulai dari korupsi maupun intervensi jabatan dalam pengelolaan pendidikan. Keempat. Penyediaan alokasi anggaran sesuai dengan amanah UUD 1945. Alokasi anggaran ini bukan hanya dipusat, tetapi pemerintah harus mensinergikan kebijakan agar di berbagai daerah alokasi anggaran APBD di seluruh Indonesia mencapai 20 %. Kenyataan juga menunjukkan bahwa masih banyak anak usia sekolah di negeri ini yang tidak dapat menikmati pendidikan karena terkendala biaya. Menurut riset yang dilakukan Education Watch Indonesia, angka siswa putus sekolah di Indonesia mencapai 36,73%. Apalagi jika Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU-BHP) betul-betul dilaksanakan di semua perguruan tinggi, tidak dapat dipungkiri lagi, akan banyak mahasiswa-mahasiswa yang akan mendapatkan masalah baru, khususnya dalam finansial.Dengan adanya alokasi anggaran yang memadai dari pemerintah maka semua orang di denegeri ini berhak mendapatkan pendidikan yang layak, sebagaimana di perintahkan dalam UUD 1945.
Sudah seharusnya peran pemerintah tersebut dimaksimalkan agar diperoleh pendidikan yang bermutu di Negara ini. Biarlah guru sebagai tenaga pendidik yang lebih memahami kondisi peserta didiknya di beri kewenangan untuk mengukur sejauhmana siswanya berhasil atau tidak selama mengikuti pelajaran di sekolah tersebut.
Akan tetapi guru juga harus menunjukkan profesionalitasnya dalam melaksanakan tugas, jangan sampai keraguan pemerintah terhadap kapasitas guru dalam hal evaluasi benar – benar terjadi. Tapi menurut penulis guru kita adalah guru cerdas dengan segala kompetensinya. Guru telah banyak mencetak generasi – generasi unggul bangsa ini. Semoga dengan mengembalikan kepercayaan pemerintah dengan memberikan kewenangan evaluasi, pendidikan kita akan semakin maju.

NASIONALISASI BIAYA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL

Oleh : Akmal Nur, S.Pd

Setiap tahun pada saat regenerasi peserta didik, sekolah selalu menjadi sorotan. Baik itu kualitas output yang dihasilkan tidak sesuai yang harapan maupun sistem operasional yang berjalan didalamnya. Salahsatu yang menjadi sorotan masyarakat sekarang ini adalah lahirnya sekolah Rintisan Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Sekolah ini terbentuk dari amanah UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN). Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 50,ayat 3 bahwa "Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional".
Jika melihat tujuan dari adanya SBI, maka bukanlah suatu hal yang perlu dipermasalahkan. Karena selain untuk memenuhi amanat UU juga bertujuan untuk menghasilkan generasi peserta didik yang berdaya saing global (Berkelas internasional). Akan tetapi dalam sistem operasionalnya justru melahirkan efek sosial ditengah mayarakat.
Efek tersebut adalah terjadinya kesenjangan sosial ditengah masyarakat untuk mendapatkan akses pendidikan, sehingga yang terlihat adalah diskriminasi pendidikan. Hal tersebut juga sangat bertentangan dengan Undang-Undang SPN sendiri untuk menyelenggarakan pendidikan secara merata. Oleh karena itu muncul sebuah masalah pada RSBI/SBI.
Sebagaimana di ketahui bahwa dengan adanya RSBI/SBI beberapa sekolah sudah memasang tarif yang dapat dikatakan mahal jika melihat kondisi perekonomian masyarakat. Hal ini menjadikan RSBI/SBI tidak dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk bersekolah pada label sekolah internasional maka para orangtua siswa akan mengeluarkan sumbangan dana pembangunan yang mencapai jutaan rupiah ditambah biaya SPP diatas lima ratus ribu rupiah setiap bulannya.
Sebagai gambaran, biaya sumbangan pengembangan institusi (SPI) yang dikenakan kepada siswa ketika masuk SMPN 5 Semarang misalnya sebesar Rp 1 juta-Rp 8 juta, sedangkan biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) mencapai Rp 165.000 per bulan.(www.Kompas.com). Biaya pendaftaran Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, juga besarannya mencapai Rp5 juta untuk setiap siswa. (www.mediaIndonesia. com). Begitupula berbagai sekolah bertaraf internasional diseluruh penjuru tanah air semakin tahun semakin menanjak naik pembayarannya.
Memang keberadaan RSBI/SBI dinegara ini masih perlu dipertanyakan mengingat keseriusan pemerintah dalam melakukan subsidi pendidikan masih sedikit. Hal ini sangat ironis jika RSBI/SBI diadakan dan membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Jika hal tersebut dipaksakan maka kembali masyarakatlah sebagai orang tua siswa yang menjadi korban. Apatahlagi banyak siswa yang berprestasi yang memiliki kondisi ekonomi di bawah standar. Dapat dipastikan bahwa mereka tidak akan mampu membiayai pendidikan pada RSBI/SBI


Menasionalkan RSBI/SBI

Sepertinya dalam melihat persolan tersebut maka terdapat beberapa pilihan yang menjadi fokus yang semuanya memiliki dampak masing-masing. Pertama RSBI/SBI dihapuskan dengan mengamandemen UU SPN no 20 tahun 2003. Kedua melakukan pembatasan biaya RSBI/SBI di berbagai daerah melalui Peraturan Menteri (PERMEN) atau himbauan dinas terkait terhadap satuan pendidikan. Ketiga meningkatkan subsidi pendidikan khususnya sekolah yang memiliki label RSBI/SBI. Dan keempat melakukan pembatasan maksimal satu sekolah untuk tiap daerah di seluruh tanah air. Semua pilihan tersebut muncul karena dilatarbelakangi dari mahalnya biaya operasional yang tidak sebanding dengan sebahagian besar pendapatan masyarakat.
Dari beberapa pilihan tersebut penulis lebih cenderum pada pilihan ketiga dan kedua yaitu meningkatkan subsidi pendidikan baik itu sekolah yang umum maupun RSBI/SBI dengan tetap melakukan pembatasan terhadap pembiyaan yang dilakukan pihak sekolah. Dengan peningkatan subsidi pendidikan diharapkan semua lapisan masyarakat dapat menjangkau pendidikan khususnya RSBI/SBI dengan tetap mempertahankan eksistensi label sekolah tersebut. Oleh sebab itu evaluasi terhadap sekolah RSBI/SBI harus dilakukan secepatnya, masyarakat ingin mengetahui apa sebenarnya yang berubah pada sekolah tersebut, dan apa sebenarnya yang mahal. Apakah kuantitas bangunannya yang berubah dan ditambahkan berbagai aksesoris pendukung AC, LCD, TV dan lain-lain memiliki korelasi positif terhadap kualitas atau mutu output yang dihasilkan. Ataukah sampai sekarang tidak ada yang berubah, kalau demikian maka suara-suara masyarakat yang meminta RSBI/SBI di hapuskan juga menjadi perlu untuk didengar.
evaluasi tersebut dapat mencakup dua hal pertama secara internal diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap kualitas output yang dihasilkan dan kedua secara eksternal dapat mengetahui kemanpuan masyarakat dalam hal pembiyaan dalam mengakses sekolah RSBI/SBI secara adil dan tidak diskriminatif.
Dengan adanya evaluasi kedua hal tersebut maka nantinya didapatkan sebuah sekolah kualitas bertaraf internasional dengan pembiyaan yang sifatnya nasional. Semuanya itu dapat diraih dengan komitmen semua pihak yang terkait baik itu masyarakat yang patuh membayar pajak maupun pemerintah sebagai pelayan untuk menyalurkan hal tersebut dalam berbagai regulasi khususnya di bidang pendidikan.
Besar harapan keberadaan RSBI/SBI jangan sampai merupakan bentuk baru kapitalisasi pendidikan yang sangat ditakutkan masyarakat selama ini. Tetapi menjadi wajah baru pendidikan dalam menyongsong persaingan global.
Semoga juga dengan adanya evaluasi terhadap sekolah yang berlabel RSBI/SBI dapat merubah kembali citra kata “internasional” yang melekat pada sekolah dan selama ini dianggap mahal oleh masyarakat menjadi kata yang murah untuk dicapai oleh semua lapisan masyarakat.

MENYOAL SISTEM MENAJEMEN UN

Apalagi yang salah di dunia pendidikan?. Pertanyaan tersebut tidak relevan lagi di ungkapkan jika melihat realitas pendidikan hari ini. Seharusnya pertanyaan tersebut diganti dengan pernyataan “ada banyak yang salah dengan dunia pendidikan”. Merunut masalah pendidikan di Negara ini sepertinya alat canggih seperti komputerpun tidak mampu lagi menghitung banyaknya persoalan. Seperti apa kemudian solusinya, juga menghadirkan setumpuk ilmuan dan pakarpun juga tidak memberikan arti perubahan untuk masa depan pendidikan yang lebih baik. Hal tersebut terjadi karena solusi yang ditawarkan oleh pengamat pendidikan tidak di dengar apalagi dilaksanakan oleh para pengambil kebijakan di dunia pendidikan.

Masalah pendidikan bukannya semakin hari semakin sedikit, justru semakin bertambah. Masalah yang dulunya seharusnya sudah dapat diselesaikan malahan sekarang menimbulkan masalah baru. Jangankan masalahnya, solusinyapun menimbulkan masalah. Lihat saja masalah UN (Ujian Nasional) yang baru –baru dilaksanakan dan di umumkan hasilnyapada tingkat SMA/SMK sederajat. Bukannya kelulusan yang meningkat justru mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan selama ini tidak dilakukan oleh penentu kebijakan. Fakta bahwa beberapa standar pendidikan seperti standar isi, pendidik, pengelolaan, dan pembiayaan belum terpenuhi di berbagai daerah. Semuanya itu belumlah distandarkan sebelum melakukan standar penilaian dalam bentuk UN.

Pengumuman ujian nasional selain memberikan gambaran terhadap capaian siswa secara tidak adil juga merupakan cerminan dari masalah riil pendidikan hari ini. Inilah sebuah kebijakan yang bukan berorientasi pada proses tetapi lebih berorientasi pada hasil. Mental – mental seperti inilah nantinya yang akan mendominasi generasi bangsa ini. Dimana dilahirkan dari dunia pendidikan yang mengajarkan bagaimana berfikir hasil bukan bagaimana menjalaninya. Sehingga yang terjadi adalah penyimpangan – penyimpangan sosial seperti ketidakjujuran, pembodohan, penipuan, plagiarisme dan lain-lain.

Ini bukanlah kebijakan satu-satunya yang salah dan tidak mau di perbaiki oleh pemerintah. Walaupun Mahkamah Agung telah memberikan rekomendasi secara tersirat terhadap pelaksanaan UN yang tidak adil, akan tetapi pemerintah tetap melaksanakannya. Hal yang sama baru – baru juga di putuskan oleh Mahkamah Konstitusi tentang UU BHP yang bertentangan dengan UUD mencerminkan bahwa memang ada yang salah dari pengelolaan pendidikan hari ini.

Problem menejemen

Mencari masalah memang lebih susah daripada menyelesaikan masalah. Tetapi itulah yang harus dilakukan hari ini, walaupun setumpuk masalah lain belum dapat di jabarkan akan tetapi pengumuman hasil UN dapat memberikan cerminan masalah menejerial yang menghinggapi pendidikan hari ini.

Paling tidak terdapat beberapa catatan penulis terkait masalah menejemen yang tercerrmin dalam pelaksanaan UN, pertama paradigma pengelolaan pendidikan yang masih berorientasi hasil bukan pada proses.Ini dapat dilihat dari di jadikannnya UN sebagai syarat penentu kelulusan. Kedua pengelolaan pendidikan masih jauh dari prinsip kesetaraan dan keadilan dapat dilihat dari belum adanya pemerataan sarana dan prasarana pendidikan ditiap daerah. Bahkan di Daerah Papua misalnya kepala Dinas Pendidikan Prop. Papua mengungkapkan di media bahwa terdapat tiga kabupaten disana yang memiliki kelulusan nol persen karena masalah fasilitas pendidikan.

Ketiga pengelolaan pendidikan dengan sistem menejemen tangan besi. Hal ini juga dapat dilihat dari kekukuhan pemerintah sebagaimana tekanan pakar, pemerhati pendidikan dan lembaga Negara seperti Mahkamah Agung yang memberikan saran agar UN tidak dilaksanakan sebelum semua standar pendidikan terpenuhi di berbagai daerah, tetapi pemerintah tidak pernah mendengarkan saran tersebut. dan keempat sistem pengelolaan pendidikan yang cendrum lepas tanggun jawab, lihat saja komentar menteri pendidikan terkait menurunnya persentase kelulusan siswa SMA/SMK sederajat yang menyalahkan siswa yang malas belajar sehingga mereka tidak lulus padahal sebenarnya yang bermasalah adalah kebijakannya. Belum lagi saling lempar tanggungjawab kepala dinas, kepala sekolah maupun guru-guru.

Oleh sebab itu menurunnya kelulusan UN 2010 bukanlah suatu hal yang harus ditanggapi dengan saling menyalahkan, akan tetapi perlu dilihat sebagai sebuah kebijakan yang salah langkah.Janganlah kita menyalahkan siswa, guru, kepala sekolah, maupun kepala dinas, tetapi yang harus disalahkan adalah sistem regulasi dari pengelolaan pendidikan hari ini terkhusus dalam pelaksanaan UN.

Apalagi di media di beritakan bahwa guru, kepalah sekolah bahkan kepala dinas dianggap gagal bahkan ada kepala sekolah yang mau di copot dari jabatannya, hal ini merupakan tindakan yang hanya menciptakan masalah baru yang di lakukan oleh orang yang tidak tahu masalah. Sehingga yang perlu dilakukan sekarang adalah menata ulang sistem pendidikan hari ini dengan memulai dari perubahan pola paradigma sampai pada pelaksanaan Undang – Undang tentang pendidikan secara fear dan adil.

Melalui hari pendidikan ini, kita jadikan momentum untuk menatap kembali pendidikan yang lebih cerah dengan memperbaiki sistem kebijakan penegelolaan pendidikan, mengambalikan tujuan awal pendidikan dalam membentuk manusia seutuhnya. Yaitu manusia yang dapat bertahan di terjang lajunya persaingan hidup sehingga dapat membawa Negara ini dalam ranah persaingan globaldan tidak tenggelam di makan waktu.

Semoga saja bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara dapat tersenyum manis melihat generasi bangsa ini tumbuh dibawah naungan pendidikan menjadi manusia yang cerdas, terampil dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan semoga hari pendidikan yang kita peringati bersama bukan hanya menjadi acara seremonial belaka tetapi menjadi refleksi diri untuk tetap memajukan pendidikan ditanah air. Selamat Menyambut Hari Pendidikan

UN 2010 KEMBALI PADA LUBANG YANG SAMA

Oleh : Akmal nur

Polemik proses hukum UN bermula dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutuskan perkara terkait UN 2006, tanggal 21 Mei 2007, yang pada intinya menyatakan para tergugat telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia terhadap warga negara yang menjadi korban UN dan majelis hakim memerintahkan kepada para tergugat agar meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi yang lengkap di seluruh Indonesia, sebelum melaksanakan UN. Meski UN 2007 tidak lebih baik dari UN 2006, pemerintah tetap tidak mau menerima kekalahan dan mengajukan banding. Pada 6 Desember 2007, PT DKI Jakarta menjatuhkan vonis berupa penolakan terhadap permohonan banding pemerintah dan menguatkan putusan PN Jakarta Pusat. Pemerintah tetap tidak mau menerima putusan banding tersebut dan mengajukan kasasi ke MA serta tetap melaksanakan UN 2008 dan UN 2009. Pelaksanaan UN 2008 maupun 2009 pun diwarnai berita-berita miring tentang kecurangan-kecurangan.

Polemik kembali berlanjut Menyusul keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi dari pemerintah berkait keputusan dari Pengadilan Tinggi Jakarta tentang pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Polemik ujian nasional kembali menguak. Harapan akan dijalankannya putusan tersebut seakan terhenti dengan adanya pernyataan Presiden yang mengungkapkan bahwa UN 2010 tetap dilaksanakan setelah melaksanakan rapat terbatas pada tanggal 7 januari 2010 kemarin. Hal ini sangat berbeda dengan pernyataan presiden sebelumnya yang mengisyaratkan bahwa UN bukanlah satu-satunya penentu kelulusan.

Menelusuri apa sebenarnya dibalik keputusan tersebut dan berlarut-larutnya problem UN dapat dilacak dari pemikiran sederhana. Bahwa tidak mungkin sesuatu dapat di gapai tampa kerja keras yang maksimal. Dengan adanya Ujian Nasional diharapkan siswa,guru dan sekolah terpacu untuk terus memaksimalkan usahanya dalam mencapai standar tersebut. Pemikiran itulah yang menurut penulis menjadi landasan utama diadakannya UN.

Dari system yang ditetapkan pemerintah tersebut, kita dapat melihat bagaimana siswa,guru, maupun sekolah dibuat sibuk untuk mempersiapkan UN, mulai dari pembelian buku-buku UN sampai pada tambahan belajar mengajar yang dilakukan disekolah. Semua dilakukan agar terhindar dari kegagalan pada UN.

Dalam melihat persiapan tersebut, UN memang disatu sisi berdampak baik. Karena beberapa teori menunjukkan bahwa dengan keterpaksaan untuk menjalani system akan menimbulkan kebiasan. Dengan kata lain keterpaksaan kita untuk bekerja keras mempersiapkan diri menghadapi UN akan membuat kita terbiasa untuk lebih giat belajar.

Hanya saja hal tersebut perlu dilakukan proses secara benar. Seperti penyeragaman evaluasi yang tidak di iringi dengan penyeragaman input, proses penunjang serta standarisasi pendidik. Oleh sebab itu Seyogianyalah pemerintah mencarikan cara yang lain. Atau seperti disampaikan para pengamat pendidikan, pemerintah lebih baik menyeragamkan terlebih dahulu proses belajar dan mengajar di setiap sekolah, sebelum menyelenggarakan UN. Sungguh tidak adil ketika proses belajar dan mengajarnya tidak seragam, kemudian anak didik diukur dengan cara yang sama.

Sehingga apa yang terjadi dari ketimpangan tersebut, melahirkan implementasi UN tidak sesuai dengan yang diharapkan. Seperti kecurangan, ketidakjujuran, tekanan dan sebagainya. Begitu pula sekarang banyak sekolah yang sudah beralih fungsi menjadi lembaga bimbingan belajar. Yang Cuma melatih sisiwa menjadi lihai dalam menyelesaikan soal-soal UN tetapi kerdil dalam hal etika dan sikap.

Kebijakan Baru UN 2010

Kepastian UN 2010 tetap dilaksanakan telah ada, alas an pemerintah dari awal tetaplah sama. Selain dilandasi daripemikiran sederhana tersebut juga dilandasi dari tidak adanya alasan tersurat keputusan MA yang melarang UN. Akan tetapi ketika mau dipahami maknanya sama saja dengan pelarangan UN jika tidak dibarengi dengan syarat – syarat yang telah ditetapkan dalam keputusan tersebut. Namun itulah itulah menjadi penafsiran pemerintah.

Kebijakan baru mengenai Ujian Nasional (UN) , nampaknya bukan solusi tepat dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebab sistem UN tetap tidak bisa dijadikan sebagai acuan standar kompetensi siswa, meski mekanisme pelaksanaannya dirubah. Kebijakan baru ini juga belum mampu menghilangkan ketakutan para penyelenggara pendidikan dan siswa sebagai pelaku utama dalam menghadapi UN.

Seiring dengan keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 74 Tahun 2009 tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) SD/MI dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 75 Tahun 2009 Tentang Ujian Nasional SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB/SMK Tahun 2009 yang ditandatangani oleh Mendiknas lama, Bambang Sudibyo Oktober 2009 lalu. Yang berbeda dari UN sebelumnya adalah Jika pada UN sebelumnya peserta UN Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat yang tidak memenuhi standar kelulusan harus mengikuti ujian kejar paket C, maka tahun 2010 mendatang peserta boleh mengikuti ujian ulangan, begitu juga untuk SD, SMP dan sederajat. Hal tersebut belumlah mengindikasikan akan adanya pemenuhan standar pelayanan sebelum pelaksanaan UN, sepeti harapan pihak – pihak yang selama ini di rugikan pada pelaksanaan UN sebelumnya. Serta belum memenuhi rasa keadilan bagi setiap penyelenggaraan pendidikan ditanah air yang tercinta ini.

Sepertinya pemerintah telah kebal dengan kritikan para pemerhati pendidikan. UN 2010 tinggal menghitung hari. Seperti biasa terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian unit penyelenggara pendidkan adalah pertama melaksanakan UN 2010 dengan proses yang jujur dan benar. Kedua tetap memaksilkan usaha dalam mempersiapkan diri menghadapi UN dengan tidak melupakan materi pelajran lain seperti pendidikan sikap dan etika. Ketiga, tetap memberikan masukan kepada pihak yang terkait terhadap kondisi fasilatas yang dimiliki yang mendukung pelaksanaan UN. Semoga kedepan UN menjadi wadah atau system majunya pendidikan Indonesia dengan konsep dan pemerataan pendidikan diseluruh tanah air.